Sunday, June 8, 2014

Kalam Hikmah Yang ke 30, Pemurah Adalah Ciri Khas Hamba-Hamba Allah Yang Saleh.


بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Kuliah Hikam di Baitus Solehah
Kalam Hikmah Yang ke 30, Pemurah Adalah Ciri Khas Hamba-Hamba Allah Yang Saleh.


Kuliah Hikam subuh  06/06/14, menghuraikan Kalam Hikmah Al-Imam Ibnu Athaillah yang ke 30 bertajuk Pemurah Adalah Ciri Khas Hamba-Hamba Allah Yang Saleh.

Orang-orang yang pemurah ini diredhai oleh Allah dalam setiap aktivitinya. Jika orang itu berilmu, ilmu yang diamal dan disampaikan diredhai oleh Allah. Jika orang itu berharta, harta yang diperolehi dan dibelanjakan diredhai oleh Alllah.

Harta dibelanjakan mengikut landasan syariat, untuk agama , untuk kemashlahatan ummah. Allah sentiasa beri peluang orang-orang dimurahkan rezeki ini untuk membelanjakan harta/wang yang diperolehi dijalan Allah, dan mereka inilah hamba Allah yang diredhai. Kita lihat dari zaman sahabat, bagaimana mereka membelanjakan harta yang mereka miliki untuk jalan agama. Mereka bekerja, berniaga untuk jadi kaya dengan niat untuk membantu agama Allah. Mereka kaya tetapi zuhud. Kaya itu tidak membuat hati mereka terpesona dengan dunia.

Bagaimana Syaidina Abu Bakar, Abdul Rahman bin Auf yang sangat kaya membelanjakan harta untuk jalan agama sehingga saat kematian mereka tidak ada apa yang ditinggalkan.

Begitu juga orang yang diberi peluang mempunyai ilmu, dengan ilmu ini mereka menyampaikan kepada orang ramai. Orang ini menjadi pemurah apabila ilmu itu disampaikan dengan harapan ramai orang jahil menjadi berilmu. Berilmu untuk berbakti kepada Allah.

Rasullulah pernah bersabda yang maksudnya, "Orang yang pemurah adalah hampir kepada Allah,hampir kepada manusia, hampir kepada Syurga, (tetapi) jauh dari Neraka. Orang bakhil jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari Syurga dan dekat pula dari Neraka. Orang jahil yang pemurah adalah lebih dicintai Allah dari orang yang banyak ibadah tetapi bakhil."

Hadis inilah yang mendorong hamba-hamba Allah yang soleh pada membelanjakan ilmunya dan hartanya ke jalan keredhaan Allah dan kesanggupan mereka.

Apa saja yang kita ada digunaka untuk berbakti kepada Allah. Umur yang panjang untuk berbakti kepada Allah dengan memanafaatkan umur itu dijalan yang Allah redhai. Tidak membiarkan umur itu dihabiskan hanya melakukan perkara yang sia-sia.

Ada orang yang pemurah dengan jiwa raga, bersedia mempergunakan jiwa raga untuk berbakti kepada Allah. (Jiwaraga =nyawa).

Jika Allah berikan kesehatan, maka gunaka kesehatan itu dijalan agama. Berbakti kepada Allah melalui kesehatannya. Jika ada kemahiran memasak, gunakan kemahiran memasakmitu untuk berbakti kepada Allah. Maka dengan kemahiran itu Allah beri peluang untuk berbakti kepadaNya.

Jika ada zuriat, dengan zuriat itu digunakan untuk berbakti kepada Allah. Memastikan zuriat yang dikurniakan ini akan dapat dipergunakan di jalan agama, tidak diabaikan amanah dengan membiarkan mereka terjebak melakukan kemungkaran dan menderhakai Allah.

Sungguh orang yang diberikan kemurahan rezeki ini pun diuji, ada masa rezeki banyak telah menyebabkan ia kedekut, lupa untuk mengeluarkan zakat, enggan bersedekah dan tidak mempergunakan rezeki yang dimiliki untuk berbakti kepada Allah.

Bagaimana untuk menjadi hamba yang berbakti kepada Allah? Dengan mujahadah. Dengan kesabaran, dengan berilmu. Tetap istiqomah dan tidak terpengaruh dengan nafsu syahwat yang cinta dunia.

Firman Allah, dalam surah At-Talaq ayat 7, "Hendaklah membelanjakan orang-orang yang mempunyai kekayaan dari kekayaannya, barangsiapa yang disempitkan rezekinya, hendaklah membelanjakan ia menurut apa yang diberikan Allah padanya. Allah tiada memberati diri seseorang, melainkan menurut yang dianugerahkan Allah kepadanya. Nanti Allah bakal mengadakan kemudahan sesudah kesukaran."

Kelapangan masa itu merupakan rezeki. Peluang menziarahi orang sakit itu rezeki. Membantu mereka yang uzur dan tidak berdaya juga rezeki yang Allah kurniakan kepada sesiapa yang terpilih. Peluang mengerjakan amal soleh juga rezeki.

Inilah yang dikatakan Maha Penyayangnya Allah dan memberikan peluang hambaNya menjadikan seseorang yang pemurah.

Allah berfirman, surah Al-Hadid, ayat 11, " Siapakah orangnya yang mahu memberikan pinjaman kepada Allah, sebagai pinjaman yang baik (ikhlas) supaya Allah melipat-gandakan balasannya? Dan (selain itu) dia akan beroleh pahala yang besar!"

Dan mereka yang diberikan rezeki untuk mengerjakan amal soleh, Allah berjanji, dihari kiamat nanti bahawa orang beriman dan beramal soleh akan bergerak cepat dihadapan dan disebelah kanan dengan penuh cahaya.

Mahu?

"Ingatlah) ketika engkau melihat (pada hari kiamat): Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, cahaya (iman dan amal soleh) mereka bergerak cepat di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka (semasa mereka berjalan, serta dikatakan kepada mereka): Berita yang menggembirakan kamu pada hari ini, (kamu akan beroleh) Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, kekal kamu di dalamnya; yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. ( al-Hadid, ayat 12)

Wednesday, May 9, 2012

Kalam Hikmah Ke 13 :Jalan-jalan Terbuka Matahati Menuju Hadirat Allah S.W.T




بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته



Dalam Kalam Hikmah Ke 13, Ibnu Athaillah Askandary menyatakan "Bagaimana hati akan dapat disinari sedangkan gambar-gambar alam mayapada ini tercap dalam kaca hatinya. Atau bagaimanakah seseorang boleh berjalan kepada Allah, sedangkan ia terikat dengan syahwat-syahwatnya. Atau bagaimana seseorang berkecimpung kuat untuk masuk ke hadirat Allah, sedangkan ia masih belum suci dari junub kelalaiannya. Atau bagaimana seseorang mengharapkan agar dapat memahami rahasia-rahasia yang halus sedangkan ia belum taubat dari dosa-dosanya."

Kalam hikmah kali ini merupakan rumusan-rumusan hikmah yang bersifat pertanyaan-pertanyaan tetapi mengandungi pengertian-pengertian mendalam yang bertalian dengan kalam hikmah sebelumnya tentang 'uzlah.

Kalam hikmah ini mengandungi 4 pertanyaan dimana antara soalan dan jawapan menimbulkan kontradiksi yang mustahil pada akal mengumpul antara keduanya.

Perhatikan pertanyaan pertama:
"Bagaimana hati kita akan bersinar apabila sesuatu di alam mayapada melekat sedemikian rupa dalam matahatinya?"

Maksudnya ialah apabila seseorang hamba Allah telah menjauhkan dirinya dari makhluk, tetapi hatinya masih  terikat kepada hartanya, kekayaannya, kedudukannya dan lain-lain, Maka pasti tujuan supaya hati bersih dengan sempurna menghadap Allah tidak akan berhasil.

Alam dunia telah mempaut hatinya, hatinya gelap dan sulit untuk menerima sesuatu selain dunia. Ibarat sekeping kaca yang dilekati debu yang tebal, sukar untuk cahaya menebusinya atau sekeping cermin yang dihinggapi debu tebal, sukar untuk kita melihat wajah kita yang terpapar di cermin tersebut.

Demikian hati manusia apabila telah begitu kuat terpaut pada dunia dan keindahannya, akan sulitlah hati untuk mengarah kepada tujuan menghadap Allah dengan syuhud dan tajalli seperti yang dimaksudkan dengan pengertian ihsan dalam Hadith Rasullulah S.A.W iaitu,

Bermaksud; "Bahawa anda sembah Allah seolah-olah anda melihatNYA. Maka jika anda belum dapat melihatNYA, maka sesungguhnya Allah S.W.T melihat anda."
Jadi jika hati kita telah gelap, maka sinar makrifah akan jauh, sebab hati ini mukanya hanya satu. Jika muka ini terhadap dunia, maka jauhlah ia dari Allah. Maka itu walaupun kita hidup di dunia secara lahiriah tetapi jangan ikat hati kita dengan dunia.

Kesimpulan persoalan 1: Mustahil pada akal dapat berkumpul di dalam hati  antara cahaya iman dengan gelap gulita dunia pada satu masa.


Perhatikan pertanyaan ke 2:
"Atau betapakah seseorang hamba Allah berjalan kepadaNYA padahal ia diikat dengan syahwat-syahwatnya."


Di dalam mengerjakan ajaran-ajaran agama, pada hakikatnya bukan sekadar patuh dan taat kepada Allah S.W.T saja, tetapi kita juga  sedang berjalan kepada Allah dengan erti hubungan kita dengan Allah akan semakin dekat, baik dalam ilmu kita, keyakinan kita dan keseluruhan perasaan kita.

Ini akan dapat kita capai apabila kita memutuskan hubungan dengan kehendak-kehendak hawa nafsu dan syaahwat yang akan menjerumuskan kita jauh dari Allah S.W.T.

Jika kita berada di dalam tawanan hawa nafsu adalah sulit untuk kita mencapai tujuan dan maksud mendekati Allah S.W.T. Setiap kali kita bangun berdiri untuk melangkah setiap kali juga kita akan jatuh tersungkur. Meskipun kita sanggup melangkah tetapi perjalanan kita lambat sekali dan akhirnya kita tertinggal kerugian. Meskipun kita dapat berjalan cepat tetapi di dalam perjalanan kita itu sering tertahan-tahan dengan berbagai-bagai karenah hawa nafsu.

Setiap pagi berkumpul di dalam hati kita keinginan yang kuat untuk berjalan kepada Allah, tetapi pada waktu petang tentera-tentera syahwat telah menyerang pertahanan, sehingga benteng hati menjadi runtuh dan porak peranda.

Begitulah gambaran bagaimana sulitnya kita menuju Allah S.W.T apabila kita masih terikat dengan ikatan-ikatan syahwat dan nafsu. Pada waktu ini terdindinglah antara akal dan Allah sehingga akal tidak dapat meningkatkan makrifah kepada Allah S.W.T.




Perhatikan pertanyaan ke 3:
"Atau betapakah seseorang (hamba Allah) bercita-cita masuk ke hadirat Allah padahal ia belum suci dari junub kelalaian-kelalaiannya."

Maksudnya apabila seorang hamba Allah telah bersusah payah mengharungi perjalanan yang mempunyai banyak cubaan-cubaan menuju Allah S.W.T dan berkat ketabahannya, akhirnya ia sampai pada satu perbatasan antara daerah kebanyakkan manusia dengan daerah khusus hamba-hamba Allah yang baik-baik.

Pada waktu itu hamba Allah tadi dengan secara kasar, tamak atau menerjah untuk dapat masuk ke daerah khusus yang memang dikhususkan oleh Allah untuk para RasulNYA, Nabi-nabiNYA dan para AuliaNYA, tetapi hatinya belum begitu bersih dari bermacam-macam kelalaian tentu saja tidak mungkin baginya dapat masuk ke daerah tersebut.

Sebagai contoh, orang yang masih dalam keadaan berjunub (belum mandi wajib setelah berjunub) dilarang dari memasuki masjid apalagi untuk mengerjakan amal ibadah yang memerlukan kesucian dari hadath besar.

Maksud junub hati ialah kelalaian hati dalam banyak hal sehingga lupa Allah S.W.T. Maka kesucian hati diperlukakan untuk sentiasa ingat Allah dengan berzikir dengan lidah dan hati dan seluruh perasaan.

Disamping itu harus berfikir mencari jalan bagaimana tidak sampai jatuh ke dalam jurang-jurang kelalaian. Ini sudah dihuraikan dalam Kalam Hikmah ke 12.


Perhatikan pertanyaan ke 4:
"Atau betapakah seseorang berharap untuk dapat memahami rahasia-rahasia yang halus, sedangkan ia belum taubat dari maksiat-maksiatnya (yang dikerjakan tanpa sengaja)."

Apabila seorang hamba Allah telah sampai ke daerah khusus buat para hamba-hambaNYA yang soleh, maka pada waktu itu ia berharap supaya ia dapat memahami ilmu-ilmu pengetahuan Ketuhanan yang halus-halus di mana telah dikurniakan oleh Allah pada segala hati hamba-hambaNYA yang 'Ariffin, yakni hamba-hamba Allah yang telah terbuka dinding dan hijab antara mereka dengan Allah S.W.T.

Harapan baru sampai apabila dirinya sudah terpelihara daripada dosa-dosa yang diperbuatnya dengan sengaja, kerana yang kedua ini sudah jelas hukumnya, iaitu kita wajib bertaubat kepada Allah.

Namun, harapan tadi tidak kesampaian kerana kita masih lagi sering khilaf berbuat dosa tanpa disedari. maka itu seringlah bertaubat untuk dosa-dosa yang tidak disedari. Dosa-dosa ini akan mengeruhkan hati dan membawa karat pada hati.

Ibarat air yang kita telah tapis mengguna filter yang bagus pun, tetapi masih berlaku juga mendapan keladak yang halus menyebabkan batang dalam filter berkeladak seperti karat.

Karena inilah maka siapa pun dari hamba Allah yang menginginkan agar Allah memberikan ilmu-ilmu yang halus dalam keagamaan dan ketuhanan, disamping ikhtiar menuntut ilmu, dia juga wajib taqwa kepada Allah hingga sampai tidak mengerjakan dosa tanpa disengajakan. maksudnya kita mesti sangat berhati-hati di dalam apa jua urusan hidup ini, bukan sebarang langgar walaupun kita menyangka telahpun mengikut sunnah dan syariat agama.

Firman Allah dalam Al-Quran, surah AL-Baqarah, ayat 282 :

 وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۖ وَيُعَلِّمُڪُمُ ٱللَّهُ‌ۗ

bermaksud : "Dan bertaqwalah kepada Allah, dan Allah akan memberikan ilmu pengetahuan kepada kamu."


Jadi apabila kita bertaqwa kepada Allah, bersih dari segala dosa, baik yang sengaja atau tidak sengaja, mengamalkan ilmu yang telah dipelajari maka Allah S.W.T akan memberikan ilmu ladunni kepada kita iaitu ilmu yang belum kita ketahui sama sekali.

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal dari Hadith yang diriwayatkan oleh Ibnu Nu'aim dari hadith Anas sebagai berikut:

Maksudnya " Barangsiapa yang beramal dengan ilmunya, maka Allah S.W.T akan memberikan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya."

Ketahuilah bahawa ilmu Allah S.W.T  adalah nur Allah, oleh itu kita wajib memelihara nur itu. Imam Malik telah berwasiat kepada muridnya Imam Syafi'i r.a. :

Bermaksud  "Taqwalah kepada Allah, dan janganlah engkau padamkan cahaya yang telah dikurniakan Allah S.W.T kepadamu, dengan mengerjakan dosa-dosa."


Kesimpulan:

Bahawa tuntutan dalam mengerjakan ajaran agama ada 4 ,

1. Agar hati terang dan bersinar, maka hendaklah kita jauhkan segala sesuatu yang ada di alam dunia ini sehingga melekat di matahati dan menjauhkan kita dari berjalan menuju Allah.

2. Untuk berjalan ke hadirat Allah S.W.T, jauhkan segala syahwat yang menawan hati nurani kita.

3. Apabila telah dapat masuk ke hadirat Allah, jangan biarkan hati kita berlumpur disebabkan kelalaian-kelalaian.

4. Untuk mendapat dan memahami ilmu ketuhanan yang demikian halus, wajib sentiasa bertaubat dari segala dosa yang dikerjakan samada sengaja atau tidak sengaja.


Mudah-mudahan segala maksud kita untuk menjadi hamba-hamba Allah yang soleh tercapai dan diperkanankan oleh Allah Ta'ala yang Maha Pengasih dan Penyayang.


Amin...

Monday, December 13, 2010

Kalam Hikmah Ke 41 : Lari Dari Allah Adalah Ajaib dan Aneh

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Menurut Kalam Hikmah yang ke 41, Al-Imam Ibnu Atha'illah Askandary: "Betul-betul aneh pada orang yang lari dari sesuatu di mana ia tidak mungkin melepaskan daripadanya. Dan dicarinya sesuatu yang tidak kekal bersertanya, kerana bahawasanya hal tersebut bukanlah disebabkan buta penglihatan mata, akan tetapi disebabkan butanya hati yang terkandung di dalam dada."



Kalam Hikmah ini mengandungi pengertian-pengertian sebagai berikut :

# mengambil ganti kepada yang kurang daripada yang terlebih baik dan,

# memilih yang fana atas yang kekal dan,

# istighol pada yang dibatal dan,

# berpaling daripada TuhanNya kepada yang tiada hakikat baginya.


Sebagaimana yang kita ketahui bahawa ahli Sufi itu adalah terdiri daripada mereka yang mempunyai pandangan mata hati yang bersih lagi tajam yang mampu untuk melihat dan membezakan sesuatu yang benar(Haq) dengan yang salah(batil). Tidak hairanlah pandangan(syuhud) dari mereka yang bermakrifat ini amat berbeza malah berlainan dengan kebanyakan manusia awam. Dalam kalam hikmah di atas, mereka cuba menyatakan kehairanan dan keganjilan yang berlaku pada kebanyakan manusia berkaitan dengan tindak-tanduk mereka.

Sesungguhnya setiap hamba itu tidak akan terlepas dari tuntutan dan hukuman Allah Taala kerana Allah lah yang menjadikan mereka dan telah mensyariatkan mereka dengan tanggungjawab mematuhi setiap hukum-hukum agama melalui Rasul-rasulNya.


Syariat itu adalah semata-mata untuk membawa hamba itu kepada mengenali KetuhananNya Yang Maha Agung dan Maha Sempurna. Dengan lain perkataan, mereka sentiasa diseru untuk mendekati dan bernaung di bawah limpahan kasih sayang Allah. Tetapi kebanyakan manusia tidak sedar tentang tuntutan syariat dan Rahmat Allah ini. Mereka lebih suka dengan perhiasan dunia serta makhluk ini sedangkan;

* dunia ini adalah sesuatu yang tidak kekal berbanding Allah Yang Qadim dan Baqa;

* dunia ini adalah sesuatu yang rendah berbanding Allah Yang menguasai keseluruhan Alam Nyata dan alam Ghaib;

* dunia ini adalah yang gelap(kerana hakikatnya tidak wujud) berbanding Allah yang bersifat An-Nur(kerana mempunyai hakikat wujud yang hakiki).

* akhirat itu adalah juga hamba berbanding Allah Yang menjadi Rab dan tuannya


Inilah satu keganjilan dan kehairanan bagi mereka yang mempunyai pandangan makrifat ini.

Bagaimanakah seseorang yang dikatakan berakal boleh memilih sesuatu;

* yang binasa (fana),
* yang rendah,
* yang kurang,
* yang lalai,
* yang bersifat kebinatangan (dengan semata-mata menurut nafsu syahwat),
* yang gelap dan;
* yang tidak mempunyai hakikat(termasuklah inginkan kebahagiaan akhirat)


dengan meninggalkan sesuatu;

* yang kekal,
* yang tinggi,
* yang lebih,
* yang istiqamah,
* yang bersifat keruhanian,
* yang bercahaya dan,
* yang hakiki?


Bukankah ini menunjukkan sebagai sesuatu yang 'ajaib atau pelik bagi orang-orang yang mempunyai akal? Seolah-olah seperti tidak berakal. Inilah sebahagian kecil dari maksud-maksud yang terselit dalam kalam hikmah di atas.


Dan kata setengah mereka(dari kalangan ahli sufiah), telah duduk(tinggal bersama) aku (dengan) seorang laki-laki (selama)tiga belas tahun dan sembahyang ia (laki-laki) pada tiap-tiap hari 1 000 rekaat hingga jadi ia tepok(tempang). Maka adalah apabila telah sudah Asar(Waktu Asar) maka "memakai habuah" dan berhadap ia (ke arah) kiblat, maka berkata ia; 'hairan aku bagi kejadian(makhluk) betapa berkehendak ganti padaMu(Allah) dan 'hairan aku bagi kejadian betapa jinak kepada (sesuatu) selainMu. Kemudian diam ia hingga masuk matahari.

[Maksud "memakai habuah" ialah duduk dengan mengangkat kedua lutut ke hadapan dada serta diikat ke sekeliling tubuh dan kedua betis kaki dengan kain seperti kain serban. ]


Dan kata Abu Sulaiman Ad-Daroni r.a;

"Jikalau dipilihkan(diberi pilihan) aku antara dua rekaat dan antara masuk Firdaus nescaya memilih aku memilih dua rekaat kerana bahawasanya (keinginan) aku pada syurga Firdaus itu (adalah dari kehendak dan pilihan) nafsuku dan pada dua rekaat itu pada Haq Tuhanku".


Dari kata-kata ini jelaslah bagi kita semua akan tujuan dan maksud golongan ahli-ahli sufiah dalam penyempurnaan ibadat dan perjuangan mereka. Sesuatu kemahuan yang baik sekalipun jika ianya terbit dari keinginan nafsu yang rendah, akan ditolak oleh mereka kerana kecenderungan ke arah itu menunjukkan belum bersih(ikhlas) pengabdiaan mereka kepada Allah. Tujuan mereka adalah Allah semata-mata, bukan kepada makhluk(syurga); jauh sekali kepada perkara-perkara yang berkaitan dengan dunia yang lekeh ini.



Ya Allah...rezekikanlah kami dengan kurniaMu Yang Maha Sempurna sebagaimana yang Kau berikan kepada mereka yang diterangi dengan cahaya NurMu Yang Maha Agung.


Ketahui olehmu bahawasanya Qalbi menilik ia dengan Nur al-Iman. Maka apabila kuatlah cahaya iman, maka berolehlah cahaya mata dan jadilah hamba itu baik penglihatannya. Bersalahan yang kuat cahaya mata zhohir dengan wasitah(pengantara) berdirinya serta segala agyar dan bertambatan segala akuan. Maka dhoiflah cahaya mata hatinya dan terkadang membawa yang demikian itu kepada jatuh dalam segala yang menyalah dan mengikut segala syahwatnya. Maka adalah yang demikian itu sebab buta mata hati seperti firman Allah Taala yang bermaksud;

"Maka bahawasanya tiada buta segala penglihatan mata mereka itu dan tetapi buta segala hati yang (ada)dalam segala dada mereka itu daripada mendapat segala Aqa'id (hakikat) dan inilah buta sebenarnya.

Maka hairan aku bagi orang yang berakal yang lari ia daripada TuhanNya dan orang yang ghofil(lalai) yang berhadap atas syahwat dan hawanya.


Baik penglihatan mata hati adalah berpunca dari kuat serta teguhnya keyakinan dan keimanan kepada Allah Taala. Telah dimaklumi bahawa keimanan itu adalah merupakan Nur atau "cahaya" yang membuka pandangan seseorang ke alam di sebalik sana(Alam Ghaib/Alam Tinggi/Alam Asror). Dengan bertambah kuatnya cahaya iman ini, maka sesuatu yang menjadi hijab dan rahsia malah "rahsia dalam rahsia" akan dapat dipandang oleh Qalb yang sebelum ini tertutup. Dengan itu orang yang melihat sesuatu dengan mata hatinya adalah mereka yang melihat dengan cahaya Ketuhanan kerana dengan cahaya ini sahajalah yang boleh menunjukki sesuatu yang Haq.

Bersalahan dengan mereka yang semata-mata melihat dan memandang sesuatu dengan mata zhohir atau mata kasar ini. Mengikut keterangan Imam Al-Ghazali mata zhohir itu mempunyai tujuh(7) kelemahan atau kecacatan berbanding dengan mata hati. Mata zhohir ini hanya melihat zhohir sesuatu benda/perkara sahaja yang penuh pula dengan agyar(sesuatu yang mengeruhkan hati dari hal-hal makhluk dan dunia) dan pandangan itu pula sentiasa bertambatan atau terikat dengan akaun (kejadian Allah yang paling kasar di alam zhohir ini).

Dengan keadaan diri, perhatian serta pandangan yang sentiasa bergelumbang dengan sesuatu yang zhohir serta kasar ini, maka bertambah lemah dan dhoiflah kekuatan cahaya mata hati. Keadaan mata hati yang lemah ini, tidak akan dapat melihat kebenaran atau sesuatu hikmah atau rahsia yang terpendam malah mungkin akan mudah terjerumus kepada pandangan yang salah dan sesat. Lebih teruk lagi jadilah pandangan itu pandangan yang mengikuti telunjuk atau runtunan nafsu syahwat semata. Keadaan ini banyak berlaku pada manusia zaman ini yang kuat dengan pegangan "materilistik" yang semata-mata meletakkan/menghakimi sesuatu itu berdasarkan kebendaan atau zhohir semata-mata.


Ya Allah....jauhilah dan lindungilah kami dari golongan mereka yang sesat lagi menyesatkan.


Bahawasanya orang yang tiada membaik sangkanya pada TuhanNya, nescaya lari ia daripadaNya(Allah) dan menuntut ia kepada lainNya. Dan demikian itu tiada faedah akan dia dan tiada terurai(lepas) baginya daripada TuhanNya dan tiada kekal baginya serta lainNya. Dan inilah hal kebanyakan manusia.


Kalam Hikmah di atas adalah sebagai menyatakan akan rahsia atau hikmah berbaik sangka kepada Allah. Puncanya adalah kerana lemahnya keyakinan dan keimanan kepada Allah sedangkan Allah itu sentiasa melimpahkan rezeki dan kasih sayangNya untuk semua hamba-hamba dan makhluk ciptaanNya.


Dengan iman yang lemah ini, maka berpalinglah mereka dari Allah dan memperhambakan diri mereka kepada dunia, kebendaan, makhluk, syaitan iblis dan nafsu syahwat mereka. Inilah hal atau keadaan kebanyakan manusia sekarang yang tertipu, yang lupa diri malah lupa bahawa mereka tidak bisa lepas dari Allah Taala walaupun dalam sedetik waktu.

Fikirkanlah dan renungilah hal dirimu dan keadaan Tuhanmu yang sentiasa Maha Meliputi .

Sunday, December 12, 2010

Kalam Hikmah Ke 48 : Tanda-tanda Kematian Hati Manusia

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Menurut Kalam Hikmah yang ke 48, Al-Imam Ibnu Atha'illah Askandary: "Sebahagian daripada tanda mati hati itu ialah jika tidak merasa dukacita kerana tertinggal sesuatu amal perbuatan kebajikan juga tidak menyesal jika terjadi berbuat sesuatu pelanggaran dosa."


Kalam hikmah ini kelihatan mudah untuk difahami, tetapi pengertiannya dalam dan penjelasannya tidak semudah kalam tersebut.


Setengah daripada alamat "mati mata hati" itu ketiadaan dukacita atas luput akan dikau daripada segala kebaktian dan meninggalkan menyesal atas barang yang telah engkau perbuat akan dia daripada wujud segala kesalahan.


Kalam Hikmah di atas cuba mendedahkan setengah atau sebahagian daripada tanda-tanda yang menunjukkan buta mata hati atau alamat seseorang itu memiliki mata hati yang mati. Antaranya ialah perihal seorang hamba yang tidak sedikit pun merasa dukacita atau bersedih apabila tertinggal sesuatu hak kewajiban yang perlu dilaksanakannya. Contohnya seperti seorang yang tidak merasa apa-apa perasaan rugi atau bersalah setelah tertinggal mengerjakan sholat kerana terlalu sibuk dengan urusan kerja seperti mesyuarat atau sebagainya. Malah dibiarkan luput begitu sahaja dengan tidak ada usaha untuk segera mengqadakannya.


Lebih jauh daripada itu setengah daripada alamat keadaan hati yang mati dapat dilihat/ditilik pada tingkah laku seorang hamba yang sedikitpun tidak merasa menyesal bila terjatuh dalam dosa atau maksiat pada Allah malah ada setengah daripada mereka merasa seronok dan berbangga dengan dosa dan maksiat yang dikerjakan itu. Lebih parah lagi ada yang suka pula menonjol-nonjolkan dan memperagakan maksiat dan penderhakaan mereka itu untuk ditontoni atau diketahui oleh orang lain. Banyaklah contoh-contoh manusia sebegini dalam masyarakat kita hari ini; yakni masyarakat yang mengejar dunia yang "glamour" ; masyarakat yang berfahaman rasionalis dan materialis malah ada yang sampai menganut fahaman "matlamat menghalalkan cara" yang dipelopori oleh iblis laknatullah.


Demikianlah pengertian pertama yang boleh diambil kefahaman daripada Kalam Hikmah di atas khususnya ditujukan atau dimaksudkan kepada golongan manusia awam yang lalai, jahil lagi secara terang-terangan meninggalkan sesuatu kebaikan dan berebut-rebut dan berlumba-lumba pula mencipta, mencetus, dan melakukan dosa maksiat dan penderhakaan terhadap kemurniaan agama dengan mencabul dan memperkosa kemuliaan syariat Islam.


Pengertian yang kedua pula adalah ditujukan kepada golongan Salik yang sedang berjalan menuju Allah. Mata Hati yang hidup serta celik sangat diperlukan oleh mereka dalam meniti perjalanan mereka yang penuh dengan liku-liku, duri dan ranjau. Amalan-amalan Sunat atau Wirid-wirid yang khusus adalah merupakan kebaktian seperti yang terdapat dalam maksud Kalam Hikmah di atas. Jika terluput sesuatu amalan harian atau wirid-wirid yang selalu dikerjakan selama bertahun-tahun lamanya dengan kerana sesuatu perkara lain yang mendatangi dan segera mendatangkan rasa dukacita atau sedih; di samping bersegera untuk terus mengqadanya atau kembali bertawajjuh kepada Allah, maka itu alamat mata hati yang hidup dan celik. Sebab itulah wirid-wirid yang dikerjakan jika tertinggal kerana sesautu musyakkoh, ianya sunat diqadakan. Antara contohnya seperti Sholat Sunat Witir ,solat dhuha dan lain-lain.


Sebaliknya jika seorang Salik yang tidak merasa dukacita kerana terluput wirid hariannya atau segera menyesal bila berlaku pelanggaran dosa-dosa batin, maka ini menunjukkan hati yang sebelum ini hidup sedang sakit dan ada tanda-tanda untuk buta atau terus mati.


Tidak sedih kerana tidak berupaya/berkesempatan melakukan amalan sunat; itu tanda hati mati. Tidak menyesal dan segera bertaubat bila timbul rasa ujub dan riya dalam amalan, itu tanda hati mati. Inilah sebahagian daripada makna-makna yang terhimpun dari kalam hikmah di atas. Guru suluk dalam usaha untuk menjelaskan perihal hidup dan matinya hati telah memetik kata-kata yang tersebut dalam Kitab Syarah Hikam sebagaimana berikut;


Mati itu adalah kerana tiga perkara iaitu;

1. Hubbul Dunia (Kasihkan Dunia)

2. Lalai daripada ZikiruLlah (meningati Allah)

3. Membanyakkan makan dan menjatuhkan anggota badan kepada maksiat kepada Allah.



Hidup hati itu kerana tiga perkara iaitu;

1. Zuhud dengan dunia

2. ZikruLlah

3. Bergaul atau berkawan dengan Aulia Allah.


Bagi yang benar-benar beriman kepada Allah, hatinya pasti hidup dan tidak mati. Artinya dalam hatinya terkumpul 2 hal:

a) Perasaan takut kepada Allah SWT, kalau-kalau Tuhan bertindak apakah amal ibadahnya tidak diterima oleh Allah atau dosa-dosa tidak diampunkan oleh Allah. Dan ini menjadi buah fikirannya. Sebab itu ia berhati-hati sekali bagaimana ia menjauhkan segala yang tidak diredhai Allah SWT.

b) Perasaan yang selalu mengharap rahmat Allah SWT dengan pengertianmudah-mudahan Allah Ta'ala mengampunkan dosa-dosanya atau dengan pengertian lain, semoga dia tidak putus asa dengan rahmat Allah SWT. Perasaan takut dan mengharap rahmat menurut ulama' Tasawwuf, Abu Ali Ar-Ruzbary adalah laksana 2 sayap burung, apabila sama kedua-dua sayapnya, maka burung itu baik dan sempurna apabila ia terbang. Dan apabila salah satu dari dua sayapnya kurang atau cedera, maka terjadilah kekurangan pada burung itu sehingga ia tidak dapat terbang. Dan apabila hilang kedua-dua sayapnya, maka jadilah ia burung yang mati, tidak ada artinya sama sekali.



Kesimpulan :

Hati yang mati adalah hati yang tidak gundah, apabila tidak mengerjakan sesuatu yang mendatangkan keredhaan Allah, dan tidak menyesal pada waktu menghadapi dan mengerjakan larangan-larangan Allah.


Hati yang hidup mengandungi Nur Illahi, tetapi nur-nur Tuhan pada umumnya tidak dapat dirasakan dan ditangkap oleh perasaan, apalagi oleh pancaindera disebabkan masih banyak debu-debu pada hati yang merupakan hijab dan dinding yang masih tebal dan gelap antara kita dengan Allah SWT.


Hanya tanda-tandanya sahaja yang dapat dilihat dan dirasai iaitu timbul rasa gembira dalam hati apabila mengerjakan yang ketaatan dan timbul perasaan gundah dan takut di dalam hati apabila mengerjakan maksiat.


Mudah-mudahan kita selalu dipimpin oleh Allah SWT dan jadilah kita hendaknya rang-orang yang betul-betul beriman kepada NYA, sehingga hati kita sentiasa hidup di dalam mengerjakan keredhaanNYA.


InsyaALLah, wana'udzubillah.

Wednesday, October 27, 2010

Kalam Hikmah Ke 78 : Antara Harapan dan Angan-Angan

Menurut Kalam Hikmah yang ke 78, Al-Imam Ibnu Atha'illah Askandary:
"Harapan (yang hakiki) ialah harapan yang disertai oleh perbuatan dan jika tidak, maka ia adalah angan-angan"

Kalam hikmah ini kelihatan pendek, tetapi pengertiannya dalam dan penjelasannya tidak sependek kalam tersebut.

I) Imam Al-Ghazali dalam 'Ihya' Ulumuddin , (juz IV, hal 139-140) menerangkan masalah ini yang dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ar-Raja' atau harapan dalam hati hamba Allah yang saleh, termasuk sebahagian tingkat pangkat mereka yang berjalan kepada Allah Ta'ala. Apabila Ar-Raja' telah menjadi sifat yang tetap dalam dirinya seorang hamba Allah, maka barulah disebut statusnya sebagai maqam, yakni sebagai satu nilaian pangkat yang tetap dalam diri mereka, atau dengan kata lain sudah menjadi sifat atau tabiat. Jika belum sampai ke taraf demikian, yakni masih belum tetap dan cepat hilang, maka harapan yang demikian disebut dengan ' hal ' yakni keadaan biasa.


Perbezaan antara keduanya seperti warna kuning, ada kuning yang tetap seperti kuning emas, dan ada kuning yang cepat hilangnya seperti kuning pucat orang yang sedang ketakutan. Selain itu ada pula kuning di antara kedua warna di atas seperti kuning orang sakit. Maka demikian pula sifat-sifat hati manusia.


2. Pada hakikatnya Ar-Raja' itu merupakan kumpulan dari 3 macam :

[a] Ilmu, merupakan sebab menghasilkan hal atau keadaan.
[b] Hal di mana dapat menimbulkan amal.
[c] Amal di mana menjadi tujuan daripada Ar-Raja'.


Definisi Ar-Raja', Imam Al-Ghazali menulis sebagai berikut :

"Tenangnya hati menunggu sesuatu yang dicintai, tetapi yang dicintai itu diharapkan benar kejadiannya dan tidak dapat tidak ada sebab untuk itu."

Karena itu, maka Ar-Raja' mengharapkan sesuatu yang disukai dan yang dicintai di mana hati tenang kerananya dan tentulah terdapat juga sesuatu yang diharapkan itu harus ada sebab-sebabnya.

Jika mengharapkan sesuatu tanpa mengusahakan sebab-sebabnya bukan lah disebut Ar-Raja', tetapi namanya 'Al-Ghurur', tipuan.

Jika mengharapkan sesuatu tanpa dikenal sebab-sebabnya, apakah ada atau tidak, maka disebut dengan Tamanni, angan-angan kerana mengharapkan sesuatu tanpa sebabnya.


Ar-Raja' membantu kita bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam beramal. Bila kita berharap,kita akan berusaha untuk mendapatkannya.


II). Disamping harapan yang benar ada pula harapan yang bohong, iaitu harapan yang melemahkan bersangkutan buat beramal disebabkan padanya terdapat keberanian mengerjakan maksiat dan dosa. Yang disebut  'tamanni'  atau angan-angan.

Dia mengharapkan taubat kepada Allah SWT tetapi dirinya tenggelam dalam maksiat atau tidak sunyi dari maksiat, disamping dia tidak mencela nafsunya dalam hal tersebut. Maka harapan yang demikian, adalah koson dan orang itu orang bodoh. Dia seperti menanam benih pada bumi kersang tetapi tidak memberikan perhatian kepada penyiramannya dan berusaha agar benih itu tumbuh.

Berkata Yahya bin Muaz : " Sebesar-besar tertipu menurutku ialah mengharapkan kemaafan dari Tuhan tanpa penyesalan, disamping mengekalkan diri dalam dosa. Mengharapkan hampir pada Allah Ta'ala tanpa taat. Menunggu hasil tanaman syurga dengan benih neraka. Mengharapkan kampung bahagia di akhirat dengan dosa dan maksiat. Menunggu pembalasan yang baik di syurga tanpa beramal. Dan bercita-cita sesuatu yang baik dari Allah Ta'ala tetapi sembrono ( sembarangan) tidak karuan.


Itulah sebabnya Allah Ta'ala telah mencela satu kaum yang mengira seperti di atas, yakni mengharapkan hal-hal yang baik dari Tuhan, tetapi mereka dikemudikan oleh dunia, dan dunialah yang mereka redhai.

Berfirman Allah dalam al-Quran:

Bermaksud :"Sesudah itu datanglah angkatan baru (yang jahat) menggantikan mereka. Mereka mempusakai kitab, mengambil harta benda kehidupan dunia yang rendah ini (dengan cara yang tidak halal) dan mereka berkata : Nanti (kesalahan) kami akan diampuni..." (surah Al_A'raf, ayat 169)


Maksudnya sebahagian manusia mengharapkan keampunan Allah Ta'ala tetapi diri mereka terus terlibat dalam hal-hal yang tidak baik.


Seorang wali Allah bernama Ma'aruf Al-Karkhi berkata : "Mencari syurga tanpa amal merupakan dosa dari segala dosa. Mengharapkan syafaat tanpa amal adalah satu macam tipuan. Dan mengharapkan rahmat Allah disamping maksiat adalah bodoh dan jahil."


Inilah yang dikatakan orang yang bodoh ialah orang yang mengikut kehendak nafsu dan suka berangan-angan ke atas Allah. Berangan-angan masuk syurga tanpa beramal. Berangan Allah akan ampunkan dosa tetapi tidak bertaubat.


III). Tentang harapan yang baik dan terpuji dapat dilihat gambarannya seperti pendapat Imam Al-Ghazali; "Apabila seorang hamba Allah menanam biji iman dan menyiram biji itu dengan air taat dan mensucikan hatinya dari duri akhlak yang jelek disamping menunggu kurnia Allah supaya hatinya tetap dalam kebaikan hingga akhir hayat, dan supaya mendapatkan husnul Khatimah yang membawa kepada keampunan Allah,merupakan harapan hakiki yang terpuji dan berusaha ,membangunkan diri dengan tekun dan melaksanakan sebab-sebab keimanan. Jika tidak bersungguh-sungguh menyirami biji benih iman dengan air taat, atau meninggalkan hatinya penuh dengan kehinaan akhlak, maka tenggelamlah ia dalam mencari kelazatan dunia, kemudian barulah mengharapkan keampunan Allah Ta'ala, yang demikian juga merupakan bodoh dan tertipu.


Sabda Rasullulah:

Bermkasud : " Orang bodoh ialah orang yang memperturutkan nafsunya pada hawanya dan berangan-angan mendapat syurga dari Allah Ta'ala."

Kesimpulan:

Kita boleh mengharap kepada Allah Ta'ala segala kebaikan yang kita hendaki asalkan disertai dengan amal. Jika tidak, itu bukan harap namanya, tetapi adalah angan-angan yang tidak ada ertinya.


Berfirman Allah :

"Dan yang demikian itu adalah dugaanmu (yang keliru) terhadap Tuhanmu. Dugaan itulah yang membawa kamu kepada kecelakaan, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang menderita kerugian." (Surah Fushshilat, ayat 23)


Mudah -mudahan Allah Ta'ala memberikan kepada kita nikmat harap yang besar dalam segala kebaikan yang dicita-citakan, dunia dan akhirat, terhindarlah dari angan-angan yang sama sekali tidak ada artinya.

Amin, Ya Rabbal-'alamin...!

Saturday, December 26, 2009

Kalam Hikmah Ke 12 : 'Uzlah Adalah satu-satu Jalan Mendekatkan Diri Kepada Allah


Kalam Hikmah Ke 12 Ibnu Athaillah Askandary ialah 'Uzlah Adalah satu-satu Jalan Mendekatkan Diri Kepada Allah.

"Yang dapat bermanafaat pada hati ialah sesuatu yang berupaya 'uzlah di mana dengannya hamba Allah boleh masuk dalam keluasan berfikir."

Kalam hikmah ini mendalam maknanya.Dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Mengubati penyakit-penyakit hati adalah wajib hukumnya pada hamba-hamba Allah yang bermaksud makrifat kepadaNYA.

Penyakit-penyakit hati ini timbul disebabkan mengikut tabiat kemanusiaan yang terjadi dari mendekati atau menjalankan sesuatu yang bertentangan dengan kebaikkan, cenderung pada memperkenankan kehendak hawa nafsu, bahkan juga terjadi dari rasa sayang dan cinta kepada alam lahiriah sehingga dapat melalaikan untuk melaksanakan ta'abud dan ibadat dengan sempurna kepada Allah SWT.

2. Untuk mengubati penyakit hati. Jalan yang paling bermanafaat adalah melalui 'uzlah. 'Uzlah ialah menjauhkan diri untuk tidak bergaul dengan orang-orang yang menurut kaca mata agama dan akhlak adalah tidak baik untuk bergaul dengan mereka.

'Uzlah ialah menjauhkan diri untuk tidak bergaul dengan orang-orang akhlaknya kurang sempurna. Contohnya, orang-orang yang sering tidak mengerjakan apa yang agama ajarkn, sering melanggar larang-larangan yang telah Allah tetapkan.

Yakni menjauhkan diri kita dengan orang-orang yang tidak bersolat, selalu mengerjakan yang haram, sering berbohong, mencela orang lain, dan sebagainya. Jika kita bergaul dengan mereka sedikit sebanyak pasti akan membawa pengaruh tidak baik juga kepada kita. Melainkan jika pendirian kita sudah cukup kuat dan tidak mudah terpengaruh, dan berusaha untuk menarik mereka kepada jalan yang Allah redai.

Apabila kita menjauhkan diri daripada manusia-manusia yang tidak baik, maka kita akan pasti selamat dari akhlak-akhlak dan pengaruh-pengauh yang tidak sihat.  Terpelihara agama kita dan terpelihara diri kita dari aneka perselisihan dan perebutan duniawi, juga dari segala macam-macam kejahatan dan ftnah-fitnah.

Menjauhkan diri dari bergaul dengan manusia-manusia yang tidak baik adalah bermacam-macam coraknya menurut kekuatan keimanan kita.

Apabila kita tidak kuat bergaul dengan mereka dan payah untuk kita memisahkan diri dari mereka, maka wajib bagi kita berpindah tempat ke daerah , di mana kita boleh jauh dari pengaruh-pengaruh itu. Karena itulah para ulama dan hamba Allah yang soleh selalu memilih tempat tinggal di pinggir-pinggir kota atau daerah pergunungan untuk memencilkan diri.

Rasullulah sendiri pun, sebelum menerima wahyu pertama, suka ber'uzlah sendiri di Bukit Nur, terdapatnya Gua Hira'.tujuannya memisahkan diri dari masyarakat yang sering melakukan maksiat. Rasullulah ber'uzlah ,bertafakkur kepada alam lahiriah demi melihat kebesaran Allah dan memperdalamkan makrifat kepada NYA.

Rasullulah SAW telah bersabda dalam satu hadith yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sa'ad bin Abu Waqqash:

bermaksud; " Sesungguhnya Allah cinta kepada hambaNya yang taqwa , yang bersih (dari segala penyakit hati) lagi yang menyembunyikan dirinya (demi menjauhkan diri dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik.)

Sebab itu orang soleh zaman dahulu sering memisahkan diri dengan masuk ke dalam gua yang sunyi sepi.

Allah berfirman di dalam Al-Quran:

وَإِذِ ٱعۡتَزَلۡتُمُوهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأۡوُ ۥۤاْ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ يَنشُرۡ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَيُهَيِّئۡ لَكُم مِّنۡ أَمۡرِكُم مِّرۡفَقً۬ا (١٦)

Bermaksud:
"Dan oleh kerana kamu telah mengasingkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah yang lain dari Allah, maka pergilah kamu berlindung di gua itu, supaya Tuhan kamu melimpahkan dari rahmatnya kepada kamu dan menyediakan kemudahan-kemudahan untuk (menjayakan) urusan kamu dengan memberikan bantuan yang berguna."(Al-Kahfi, 16)

Ayat ini memberikan pengetian kepada kita, bahawa apabila kemungkaran bermaharalela dimana tidak mungkin dapat di atasi,dan kemungkinan kita turut terjebak ke dalam jurang itu, maka Allah memerintahkan kita ber'uzlah dan hijrah ke bumi lain di mana agama kita selamat dan hati kita tenteram dan tenang menjalankan perintah-perintah Allah SWT.

3.Dengan 'uzlah, hati kita dapat melihat, otak dapat berfikir pada sesuatu yang bermanafaat demi kebahagiaan hidup dunia  akhirat. Dapat muhasabah diri apakah amalan kita sempurna, makanan yang kita makan itu dari sumber yang halal, pakaian yang kita pakai itu menepati kehendak syariat dan sebagainya.

Maka dengan ber'uzlah, demi memisahkan diri, InsyaAllah semua yang bersifat tercela dapat dihindari. Menghindari diri dari melakukan sifat tercela ini juga merupakan ibadah  yang paling besar nilainya dari ibadah-ibadah besar yang lain.

Imam al-Ghazali telah mengutip hadith Rasullulah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Abu Hurairah r.a. sebagai berikut :

bermaksud "Berfikir satu saat adalah lebih baik dari ibadah selama 70 tahun."

Dengan berfikir, kita dapat melihat segala penyakit hati, segala tipu daya syaitan terhadap diri kita, dan segala pengaruh duniawi yang telah menjauhkan kita dari jalan-jalan ibadah yang sempurna.

Apabila segala perkara ini dapat kita lihat dan sedari, maka kita akan berusaha untuk mencari jalan bagaimana untuk menjauhkan diri, InsyaAllah makrifat kita kepada Allah SWT akan terus bertambah mantap.

Ada 4 musuh utama untuk ber'uzlah yang disebut dalam ajaran  ilmu tasawwuf:

a) DUNIA
b) SYAITAN
c) NAFSU
d) HAWA

Beza hawa dengan nafsu. Hawa ialah sesuatu yang menggoda untuk kita melakukan sesuatu perbuatan atau tindakan yang bertentangan sifat terpuji dan bermanafaat. Sedangkan nafsu adalah timbul dari godaan tadi dan bertindak untuk melaksanakannya. (seorang perempuan menggoda , hawanya ingin melakukan zina, memenuhi godaan dengan tindakan melakukan zina itu adalah nafsu).

4. 'Uzlah terbahagi kepada 2 :

a) 'Uzlah dengan hati dan diri.
Yakni menjauhkan hati dan diri kita dari segala makhluk. Menyendiri di tempat yang sunyi.

b) 'Uzlah dengan hati saja.
'Uzlah begini , tubuh jasmani tetap bergaul dengan manusia. Hatinya hanya kepada Allah, tubuhnya bergaul dengan masyarakat. 'Uzlah tingkatan ini adalah 'uzlah orang yang dapat menyelamatkan imannya dan agamanya, meskipun bergaul dengan sesiapa sahaja.

Seperti syair wali Allah Rabi'atul Adawiyah  yang bermaksud,

"Sungguh aku jadikan Engkau dalam hatiku berbicara dan berdialog. Sedangkan tubuh aku biarkan duduk dengan siapa sahaja. Maka tubuhku berjinak-jinak dengan orang yang duduk disampingnya, tetapi kecintaan hatiku tertambat dengan halus gemulai di dalam hati."

Kesimpulan:
Apabila kita ingin supaya kita bersih dari dosa-dosa lahiriah dan seluruh penyakit hati, maka wajiblah kita 'uzlah dan hijrah dari makhluk, apakah dengan hati dan tubuh. Pilihlah mana yang lebih sesuai dengan kekuatan kita.

Wednesday, October 28, 2009

Kalam Hikmah Ke 11: Tidak Boleh Pamer Pada Ibadah

Menurut Kalam Hikmah ke 11 , Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan sebagai berikut , sebagai ;

Bermaksud :
"Tanamkanlah ujudmu dalam bumi yang sunyi sepi, karena sesuatu yang tumbuh dari benda yang belum ditanam tidak sempurna hasilnya."

Pengertian Kalam Hikmah ini adalah sebagai berikut :

1. Hamba Allah yang sedang berjalan dengan amal ibadahnya untuk menghampiri diri kepada Allah dengan makrifat kepadaNYA, adalah salah satu syarat-syarat sampai kepada tujuan tersebut ialah "Tawadhuk" , yakni tidak bermaksud untuk menjadi terkenal , masyhur dan nama disebut-sebut orang di mana jua. Ia wajib menguburkan dirinya dalam bumi yang sepi. Maksud di sini dia tidak boleh menonjolkan dirinya kepada peluang dan jalan-jalan yang mendatangkan kemasyhuran. Di tahan dirinya dari mencapai pangkat dan kedudukan , kekuasaan yang boleh meyebabkan namanya jadi terkenal.

Kenapa demikian?

Sebabnya menyembunyikan diri dalam sikap dan perasaan adalah membantu mewujudkan keikhlasan yang hakiki dan sempurna. Tetapi apabila keinginannya dan cita-citanya supaya dikenali oleh orang, menarik perhatian orang, karena maksud yang tidak baik, di antaranya bersifat peribadi , maka hal keadaan ini akan dapat memutuskan hubungan dengan Allah SWT disebabkan keikhlasan telah berkurang , apalagi kalau rosak sama sekali.


2. Apabila seseorang hamba Allah memang sudah masyhur sejak semula, dan kemudian barulah dia mulai berjalan atas jalan yang telah di atur oleh ulama' Tasawuf demi untuk mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, maka kewajibannya adalah "tawadhuk" dan tidak berlaku sombong kepada sesiapa pun juga.

Apabila dia berpangkat tinggi atau kaya , atau berkuasa dalam masyarakatnya, bersikap tidak meninggi diri , berasa tidak seronok dengan kedudukannya itu dan dia beranggapan adalah lebih baik meninggalkan saja semua itu. Dalam hal ini, dia tidak boleh terburu-buru atau gelabah dalam membuat keputusan begitu(meninggalkan pangkat, kekayaan dan kekuasaan) tanpa berfikir antara maslahat dan mafsadat dan tanpa musyawarah dengan gurunya, yang menuntun dia jalan menuju Allah SWT, apatah lagi jika mengambil sesuatu keputusan untuk meninggalkannya tanpa keizinan Allah.


3. Jika seseorang itu melakukan amal ibadah bermaksud untuk dikenal orang walaupun di dalam hati tumbuh juga kecintaan kepada Allah, maka sedikit sahaja kemenangan yang diperolehi sesuai dengan besar kecil keikhlasannya. Sebahagian ulama' tasawuf berkata;
"Tidak aku kenal seorang laki-laki (manusia) yang lebih mencintai agar ia dikenal orang, terkecuali agamanya telah hilang dan ia telah mendapatkan keaiban (pada agamanya dan akhlaknya)."

Berdasarkan, maka sebahagian ahli tasawuf menambah lagi sebagai berikut:
"Tidak akan dapat kemanisan akhirat seseorang yang lebih mencintai supaya ia dikenal oleh manusia."


4. Dalam menyembunyikan ujudnya , manusia terbahagi kepada 3 macam:

a) Hamba Allah yang telah berkuasa atasnya kepastian yang mendalam tentang "kamaliahnya Allah SWT" (kesempurnaan Allah SWT) yakni perasaannya diliputi bahawa yang sempurna dalam segala hal adalah Allah SWT. Selain Allah, semua makhluk mempunyai kekurangan-kekurangan dan tidak ada satu makhluk pun yang sunyi kekurangan-kekurangan ini. dengan itu dia merasa tenggelam dan terbenam di dalam kesempurnaan Allah SWT. Hal ini menimbulkan kepercayaan yang kukuh baginya bahawa semua yang ia dapatkan berupa kesenangan dan lain-lain adalah kerana kurnia dan kasih sayang Allah. Ini akan membersihkan hatinya dari rasa bongkak dan sombong dan lupa pada kekurangan diri sendiri. Dan menurut firman Allah, dalam surah An-Nur, ayat 21 :


۞ يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ‌ۚ وَمَن يَتَّبِعۡ خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ فَإِنَّهُ ۥ يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ‌ۚ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُ ۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنۡ أَحَدٍ أَبَدً۬ا وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ‌ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٢١)


bermaksud "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menurut jejak langkah Syaitan; dan sesiapa yang menurut jejak langkah Syaitan, maka sesungguhnya Syaitan itu sentiasa menyuruh (pengikut-pengikutnya) melakukan perkara yang keji dan perbuatan yang mungkar dan kalaulah tidak kerana limpah kurnia Allah dan rahmatNya kepada kamu, nescaya tidak ada seorang pun di antara kamu menjadi bersih dari dosanya selama-lamanya; akan tetapi Allah membersihkan sesiapa yang dikehendakiNya (menurut undang-undang peraturanNya) dan (ingatlah!) Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "(21)


b) Hamba Allah yang mendapat Taufiq dan Hidayah Allah SWT kepada jalan makrifat terhadap Allah, ia dapat melihat segala kebaikan Allah sebagai Pencipta seluruh alam. Dengan demikian ia melihat bahawa semua kebaikkan yang dikerjakannya dianggapnya masih terdapat kesalahan-kesalahan. Maka keadaan ini telah menumbuhkan biji-biji hikmah di hatinya. Hikmah itu ialah "ilmu" dan "aqeedah"yang bermanafaat bagi manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT.


c) Seorang hamba Allah yang mengutamakan nafsu, meskipun dia itu berilmu, faham dan mengerti, tetapi masih dikacau oleh keraguan-keraguan sehingga membawa keuntungan dan kesenangan peribadi kepada dirinya.

Maka hamba Allah ini perlu membuang dan menghilangkan keadaan tersebut dengan apa cara sekali pun asalkan tidak melanggar syariat Allah. Contohnya membatasi makan minum yang menimbulkan syahwat atau yang memberatkan dirinya dalam mengerjakan ibadah. Disamping itu harus membatasi diri dari pergaaulan kemasyarkatan yang membawa pengaruh yang kurang baik terhadap dirinya. HAmba Allah ini mendapat pimpinan dari gurunya yang Alim dan 'Arif. Dia harus menyedari bahawa ia membatasi dirinya dari masyarakat bukan berarti kerena niat untuk menjauhkan diri, tetapi untuk mencari ketenangan dan ketenteraman dalam menyembah Allah SWT dalam erti yang lebih luas.

Kesimpulan:
Apabila kita dapat mengamalkan kalam hikmah yang ke 11 ini, maka kita akan bahagia di sisi Allah dan termasuk dalam golongan hamba-hambaNYA yang muttaqin dan mendapat kesudahan yang baik disisiNYA.

Firman Allah surah Al-Qashash , ayat 84 :


مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُ ۥ خَيۡرٌ۬ مِّنۡہَا‌ۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَى ٱلَّذِينَ عَمِلُواْ ٱلسَّيِّـَٔاتِ إِلَّا مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ (٨٤)

bermaksud "Sesiapa yang datang membawa amal baik (pada hari akhirat) maka baginya balasan yang lebih baik daripadanya dan sesiapa yang datang membawa amal jahat, maka mereka yang melakukan kejahatan tidak di balas melainkan dengan apa yang mereka kerjakan. "(84)


InsyaAllah mudah-mudahan kita termasuk dalam hamba-hamba Allah yang dapat mengamalkan akhlak Tasawuf. Amin.