Saturday, December 26, 2009

Kalam Hikmah Ke 12 : 'Uzlah Adalah satu-satu Jalan Mendekatkan Diri Kepada Allah


Kalam Hikmah Ke 12 Ibnu Athaillah Askandary ialah 'Uzlah Adalah satu-satu Jalan Mendekatkan Diri Kepada Allah.

"Yang dapat bermanafaat pada hati ialah sesuatu yang berupaya 'uzlah di mana dengannya hamba Allah boleh masuk dalam keluasan berfikir."

Kalam hikmah ini mendalam maknanya.Dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Mengubati penyakit-penyakit hati adalah wajib hukumnya pada hamba-hamba Allah yang bermaksud makrifat kepadaNYA.

Penyakit-penyakit hati ini timbul disebabkan mengikut tabiat kemanusiaan yang terjadi dari mendekati atau menjalankan sesuatu yang bertentangan dengan kebaikkan, cenderung pada memperkenankan kehendak hawa nafsu, bahkan juga terjadi dari rasa sayang dan cinta kepada alam lahiriah sehingga dapat melalaikan untuk melaksanakan ta'abud dan ibadat dengan sempurna kepada Allah SWT.

2. Untuk mengubati penyakit hati. Jalan yang paling bermanafaat adalah melalui 'uzlah. 'Uzlah ialah menjauhkan diri untuk tidak bergaul dengan orang-orang yang menurut kaca mata agama dan akhlak adalah tidak baik untuk bergaul dengan mereka.

'Uzlah ialah menjauhkan diri untuk tidak bergaul dengan orang-orang akhlaknya kurang sempurna. Contohnya, orang-orang yang sering tidak mengerjakan apa yang agama ajarkn, sering melanggar larang-larangan yang telah Allah tetapkan.

Yakni menjauhkan diri kita dengan orang-orang yang tidak bersolat, selalu mengerjakan yang haram, sering berbohong, mencela orang lain, dan sebagainya. Jika kita bergaul dengan mereka sedikit sebanyak pasti akan membawa pengaruh tidak baik juga kepada kita. Melainkan jika pendirian kita sudah cukup kuat dan tidak mudah terpengaruh, dan berusaha untuk menarik mereka kepada jalan yang Allah redai.

Apabila kita menjauhkan diri daripada manusia-manusia yang tidak baik, maka kita akan pasti selamat dari akhlak-akhlak dan pengaruh-pengauh yang tidak sihat.  Terpelihara agama kita dan terpelihara diri kita dari aneka perselisihan dan perebutan duniawi, juga dari segala macam-macam kejahatan dan ftnah-fitnah.

Menjauhkan diri dari bergaul dengan manusia-manusia yang tidak baik adalah bermacam-macam coraknya menurut kekuatan keimanan kita.

Apabila kita tidak kuat bergaul dengan mereka dan payah untuk kita memisahkan diri dari mereka, maka wajib bagi kita berpindah tempat ke daerah , di mana kita boleh jauh dari pengaruh-pengaruh itu. Karena itulah para ulama dan hamba Allah yang soleh selalu memilih tempat tinggal di pinggir-pinggir kota atau daerah pergunungan untuk memencilkan diri.

Rasullulah sendiri pun, sebelum menerima wahyu pertama, suka ber'uzlah sendiri di Bukit Nur, terdapatnya Gua Hira'.tujuannya memisahkan diri dari masyarakat yang sering melakukan maksiat. Rasullulah ber'uzlah ,bertafakkur kepada alam lahiriah demi melihat kebesaran Allah dan memperdalamkan makrifat kepada NYA.

Rasullulah SAW telah bersabda dalam satu hadith yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sa'ad bin Abu Waqqash:

bermaksud; " Sesungguhnya Allah cinta kepada hambaNya yang taqwa , yang bersih (dari segala penyakit hati) lagi yang menyembunyikan dirinya (demi menjauhkan diri dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik.)

Sebab itu orang soleh zaman dahulu sering memisahkan diri dengan masuk ke dalam gua yang sunyi sepi.

Allah berfirman di dalam Al-Quran:

وَإِذِ ٱعۡتَزَلۡتُمُوهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأۡوُ ۥۤاْ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ يَنشُرۡ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَيُهَيِّئۡ لَكُم مِّنۡ أَمۡرِكُم مِّرۡفَقً۬ا (١٦)

Bermaksud:
"Dan oleh kerana kamu telah mengasingkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah yang lain dari Allah, maka pergilah kamu berlindung di gua itu, supaya Tuhan kamu melimpahkan dari rahmatnya kepada kamu dan menyediakan kemudahan-kemudahan untuk (menjayakan) urusan kamu dengan memberikan bantuan yang berguna."(Al-Kahfi, 16)

Ayat ini memberikan pengetian kepada kita, bahawa apabila kemungkaran bermaharalela dimana tidak mungkin dapat di atasi,dan kemungkinan kita turut terjebak ke dalam jurang itu, maka Allah memerintahkan kita ber'uzlah dan hijrah ke bumi lain di mana agama kita selamat dan hati kita tenteram dan tenang menjalankan perintah-perintah Allah SWT.

3.Dengan 'uzlah, hati kita dapat melihat, otak dapat berfikir pada sesuatu yang bermanafaat demi kebahagiaan hidup dunia  akhirat. Dapat muhasabah diri apakah amalan kita sempurna, makanan yang kita makan itu dari sumber yang halal, pakaian yang kita pakai itu menepati kehendak syariat dan sebagainya.

Maka dengan ber'uzlah, demi memisahkan diri, InsyaAllah semua yang bersifat tercela dapat dihindari. Menghindari diri dari melakukan sifat tercela ini juga merupakan ibadah  yang paling besar nilainya dari ibadah-ibadah besar yang lain.

Imam al-Ghazali telah mengutip hadith Rasullulah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Abu Hurairah r.a. sebagai berikut :

bermaksud "Berfikir satu saat adalah lebih baik dari ibadah selama 70 tahun."

Dengan berfikir, kita dapat melihat segala penyakit hati, segala tipu daya syaitan terhadap diri kita, dan segala pengaruh duniawi yang telah menjauhkan kita dari jalan-jalan ibadah yang sempurna.

Apabila segala perkara ini dapat kita lihat dan sedari, maka kita akan berusaha untuk mencari jalan bagaimana untuk menjauhkan diri, InsyaAllah makrifat kita kepada Allah SWT akan terus bertambah mantap.

Ada 4 musuh utama untuk ber'uzlah yang disebut dalam ajaran  ilmu tasawwuf:

a) DUNIA
b) SYAITAN
c) NAFSU
d) HAWA

Beza hawa dengan nafsu. Hawa ialah sesuatu yang menggoda untuk kita melakukan sesuatu perbuatan atau tindakan yang bertentangan sifat terpuji dan bermanafaat. Sedangkan nafsu adalah timbul dari godaan tadi dan bertindak untuk melaksanakannya. (seorang perempuan menggoda , hawanya ingin melakukan zina, memenuhi godaan dengan tindakan melakukan zina itu adalah nafsu).

4. 'Uzlah terbahagi kepada 2 :

a) 'Uzlah dengan hati dan diri.
Yakni menjauhkan hati dan diri kita dari segala makhluk. Menyendiri di tempat yang sunyi.

b) 'Uzlah dengan hati saja.
'Uzlah begini , tubuh jasmani tetap bergaul dengan manusia. Hatinya hanya kepada Allah, tubuhnya bergaul dengan masyarakat. 'Uzlah tingkatan ini adalah 'uzlah orang yang dapat menyelamatkan imannya dan agamanya, meskipun bergaul dengan sesiapa sahaja.

Seperti syair wali Allah Rabi'atul Adawiyah  yang bermaksud,

"Sungguh aku jadikan Engkau dalam hatiku berbicara dan berdialog. Sedangkan tubuh aku biarkan duduk dengan siapa sahaja. Maka tubuhku berjinak-jinak dengan orang yang duduk disampingnya, tetapi kecintaan hatiku tertambat dengan halus gemulai di dalam hati."

Kesimpulan:
Apabila kita ingin supaya kita bersih dari dosa-dosa lahiriah dan seluruh penyakit hati, maka wajiblah kita 'uzlah dan hijrah dari makhluk, apakah dengan hati dan tubuh. Pilihlah mana yang lebih sesuai dengan kekuatan kita.

Wednesday, October 28, 2009

Kalam Hikmah Ke 11: Tidak Boleh Pamer Pada Ibadah

Menurut Kalam Hikmah ke 11 , Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan sebagai berikut , sebagai ;

Bermaksud :
"Tanamkanlah ujudmu dalam bumi yang sunyi sepi, karena sesuatu yang tumbuh dari benda yang belum ditanam tidak sempurna hasilnya."

Pengertian Kalam Hikmah ini adalah sebagai berikut :

1. Hamba Allah yang sedang berjalan dengan amal ibadahnya untuk menghampiri diri kepada Allah dengan makrifat kepadaNYA, adalah salah satu syarat-syarat sampai kepada tujuan tersebut ialah "Tawadhuk" , yakni tidak bermaksud untuk menjadi terkenal , masyhur dan nama disebut-sebut orang di mana jua. Ia wajib menguburkan dirinya dalam bumi yang sepi. Maksud di sini dia tidak boleh menonjolkan dirinya kepada peluang dan jalan-jalan yang mendatangkan kemasyhuran. Di tahan dirinya dari mencapai pangkat dan kedudukan , kekuasaan yang boleh meyebabkan namanya jadi terkenal.

Kenapa demikian?

Sebabnya menyembunyikan diri dalam sikap dan perasaan adalah membantu mewujudkan keikhlasan yang hakiki dan sempurna. Tetapi apabila keinginannya dan cita-citanya supaya dikenali oleh orang, menarik perhatian orang, karena maksud yang tidak baik, di antaranya bersifat peribadi , maka hal keadaan ini akan dapat memutuskan hubungan dengan Allah SWT disebabkan keikhlasan telah berkurang , apalagi kalau rosak sama sekali.


2. Apabila seseorang hamba Allah memang sudah masyhur sejak semula, dan kemudian barulah dia mulai berjalan atas jalan yang telah di atur oleh ulama' Tasawuf demi untuk mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, maka kewajibannya adalah "tawadhuk" dan tidak berlaku sombong kepada sesiapa pun juga.

Apabila dia berpangkat tinggi atau kaya , atau berkuasa dalam masyarakatnya, bersikap tidak meninggi diri , berasa tidak seronok dengan kedudukannya itu dan dia beranggapan adalah lebih baik meninggalkan saja semua itu. Dalam hal ini, dia tidak boleh terburu-buru atau gelabah dalam membuat keputusan begitu(meninggalkan pangkat, kekayaan dan kekuasaan) tanpa berfikir antara maslahat dan mafsadat dan tanpa musyawarah dengan gurunya, yang menuntun dia jalan menuju Allah SWT, apatah lagi jika mengambil sesuatu keputusan untuk meninggalkannya tanpa keizinan Allah.


3. Jika seseorang itu melakukan amal ibadah bermaksud untuk dikenal orang walaupun di dalam hati tumbuh juga kecintaan kepada Allah, maka sedikit sahaja kemenangan yang diperolehi sesuai dengan besar kecil keikhlasannya. Sebahagian ulama' tasawuf berkata;
"Tidak aku kenal seorang laki-laki (manusia) yang lebih mencintai agar ia dikenal orang, terkecuali agamanya telah hilang dan ia telah mendapatkan keaiban (pada agamanya dan akhlaknya)."

Berdasarkan, maka sebahagian ahli tasawuf menambah lagi sebagai berikut:
"Tidak akan dapat kemanisan akhirat seseorang yang lebih mencintai supaya ia dikenal oleh manusia."


4. Dalam menyembunyikan ujudnya , manusia terbahagi kepada 3 macam:

a) Hamba Allah yang telah berkuasa atasnya kepastian yang mendalam tentang "kamaliahnya Allah SWT" (kesempurnaan Allah SWT) yakni perasaannya diliputi bahawa yang sempurna dalam segala hal adalah Allah SWT. Selain Allah, semua makhluk mempunyai kekurangan-kekurangan dan tidak ada satu makhluk pun yang sunyi kekurangan-kekurangan ini. dengan itu dia merasa tenggelam dan terbenam di dalam kesempurnaan Allah SWT. Hal ini menimbulkan kepercayaan yang kukuh baginya bahawa semua yang ia dapatkan berupa kesenangan dan lain-lain adalah kerana kurnia dan kasih sayang Allah. Ini akan membersihkan hatinya dari rasa bongkak dan sombong dan lupa pada kekurangan diri sendiri. Dan menurut firman Allah, dalam surah An-Nur, ayat 21 :


۞ يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ‌ۚ وَمَن يَتَّبِعۡ خُطُوَٲتِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ فَإِنَّهُ ۥ يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ‌ۚ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُ ۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنۡ أَحَدٍ أَبَدً۬ا وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ‌ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ۬ (٢١)


bermaksud "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menurut jejak langkah Syaitan; dan sesiapa yang menurut jejak langkah Syaitan, maka sesungguhnya Syaitan itu sentiasa menyuruh (pengikut-pengikutnya) melakukan perkara yang keji dan perbuatan yang mungkar dan kalaulah tidak kerana limpah kurnia Allah dan rahmatNya kepada kamu, nescaya tidak ada seorang pun di antara kamu menjadi bersih dari dosanya selama-lamanya; akan tetapi Allah membersihkan sesiapa yang dikehendakiNya (menurut undang-undang peraturanNya) dan (ingatlah!) Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "(21)


b) Hamba Allah yang mendapat Taufiq dan Hidayah Allah SWT kepada jalan makrifat terhadap Allah, ia dapat melihat segala kebaikan Allah sebagai Pencipta seluruh alam. Dengan demikian ia melihat bahawa semua kebaikkan yang dikerjakannya dianggapnya masih terdapat kesalahan-kesalahan. Maka keadaan ini telah menumbuhkan biji-biji hikmah di hatinya. Hikmah itu ialah "ilmu" dan "aqeedah"yang bermanafaat bagi manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT.


c) Seorang hamba Allah yang mengutamakan nafsu, meskipun dia itu berilmu, faham dan mengerti, tetapi masih dikacau oleh keraguan-keraguan sehingga membawa keuntungan dan kesenangan peribadi kepada dirinya.

Maka hamba Allah ini perlu membuang dan menghilangkan keadaan tersebut dengan apa cara sekali pun asalkan tidak melanggar syariat Allah. Contohnya membatasi makan minum yang menimbulkan syahwat atau yang memberatkan dirinya dalam mengerjakan ibadah. Disamping itu harus membatasi diri dari pergaaulan kemasyarkatan yang membawa pengaruh yang kurang baik terhadap dirinya. HAmba Allah ini mendapat pimpinan dari gurunya yang Alim dan 'Arif. Dia harus menyedari bahawa ia membatasi dirinya dari masyarakat bukan berarti kerena niat untuk menjauhkan diri, tetapi untuk mencari ketenangan dan ketenteraman dalam menyembah Allah SWT dalam erti yang lebih luas.

Kesimpulan:
Apabila kita dapat mengamalkan kalam hikmah yang ke 11 ini, maka kita akan bahagia di sisi Allah dan termasuk dalam golongan hamba-hambaNYA yang muttaqin dan mendapat kesudahan yang baik disisiNYA.

Firman Allah surah Al-Qashash , ayat 84 :


مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُ ۥ خَيۡرٌ۬ مِّنۡہَا‌ۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَى ٱلَّذِينَ عَمِلُواْ ٱلسَّيِّـَٔاتِ إِلَّا مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ (٨٤)

bermaksud "Sesiapa yang datang membawa amal baik (pada hari akhirat) maka baginya balasan yang lebih baik daripadanya dan sesiapa yang datang membawa amal jahat, maka mereka yang melakukan kejahatan tidak di balas melainkan dengan apa yang mereka kerjakan. "(84)


InsyaAllah mudah-mudahan kita termasuk dalam hamba-hamba Allah yang dapat mengamalkan akhlak Tasawuf. Amin.

Wednesday, September 9, 2009

Kalam Hikmah Ke 10 : Ikhlas adalahJiwa Amal Ibadah Lahiriah

Menurut Kalam Hikmah ke 10 , Imam Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan sebagai berikut , yang bermaksud;

"Amal-amal lahiriah itu merupakan gambaran -gambaran (bentuk-bentuk) yang berdiri (tanpa nyawa), sedangkan arwahnya ialah keikhlasan yang terdapat dengan tersembunyi di dalam amalan-amalan itu."

Pengertian Kalam Hikmah ini dapat dilihat sebagai berikut:

i. Amal kebajikan apapun hanyalah laksana patung-patung kosong tanpa roh , tiada ertinya dan tidak bermanafaat sama sekali. Hanya amal ibadah yang mengandungi keikhlasan sahaja diterima oleh Allah SWT di akhirat nanti.

ii. "IKHLAS" mempunyai beberapa tingkatan:

a) Ikhlasaashul 'Ibaadi.

Maksud ikhlas ini yang terdapat pada sebahagian besar hamba Allah yang melaksanakan amal-amal kebajikan di mana bersih dari dalam hatinya penyakit riya'. Yakni ia beramal bukan mahu menunjuk-nunjuk, bukan ada maksud untuk duniawi seperti mahu dihormati orang atau sebagainya tetapi melakukan amalan dengan mengharapkan balasan pahala dari Allah SWT dan mohon dijauhkan oleh Allah dari segala azab siksa di dunia atau di akhirat. Ikhlas yang begini merupakan keikhlasan tingkat yang terendah dari semua tingkatan keikhlasan.

b) Ikhlasaashul Muhibbiina.

Keikhasan dalam tingkatan ini adalah di atas nilai keikhlasan Al-'Ibaad. Yang dimaksud dengan keikhlasan Muhibbiin ialah bahawa beramal ibadah itu bukanlah maksudnya kerana mendapatkan pahala Allah dan bukan juga untuk menjauhi dari seksaan dan azab , tetapi tujuan beramal ibadah itu semata-mata untuk membesarkan Allah dan mengagungkanNYA. Sebab itu wali terkenal Rabi'ah Al-'Adawiyah berkata , maksudnya; "Aku tidak menyembah Engkau (ya Allah) kerana takut dari nerakaMU, dan pula tidak menyembah Engkau kerana mengahendaki syurgaMU."

Keikhlasan ditingkatan ini tidak lagi dipengaruhi oleh hawa nafsu untuk dunia atau akhirat. Sekiranya masih lagi mengharapkan kesenangan dan kebahagiaan di hari akhirat maka keikhlasan ini belum mencapai ke tingkatan ikhlasaashul Muhibbiin.

Menurut bait syair Rabi'ah Al-'Adawiyah,

"Semua mereka menyembah Engkau (ya Allah) kerena takut pada neraka dan mereka melihat keuntungannya yang besar pada terlepas dari siksaan-siksaan.

Atau mereka bermaksud supaya dapat mendiami syurga-syurga, maka mereka beruntung mendiami istananya dan dapat minum salsabil air bening dari sungai syurga.

Tidak adalah arti keuntungan bagiku dengan mendapatkan syurga dan jauh dari neraka, kerana aku tidak menghendaki ganti (dengan apa pun saja) selain dengan cintaku ( kepada Allah SWT) "

c) Ikhlasashul 'Aarifiina.

Tingkatan keikhlasan tertinggi, merupakan keihklasan sejati yang tertinggi. Hamba Allah yang beramal diperingkat ini, mereka beramal sudah tidak lagi melihat kepada diri mereka, tetapi tertuju kepada Allah yang maha Esa, baik dalam geraknya ataupun dalam dalam diamnya. Btul-betul merasai pengertian hakiki seperti di dalam kalimat :

" tidak ada daya dan tidak ada kekuatan melainkan dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi yang Maha Agung."

Tujuan beramal di sini semata-mata untuk menghampirkan diri kepada Allah SWT. Bermula Tashihul Iradah (memperbaiki tujuan hati supaya menjurus kepada Allah), meningkat kepada Lillaahi Ta'ala adalah sifat setiap ahli ibadah, tetapi ikhlas ditingkatan ini adalah Billaahi Ta'ala, sifat orang yang beribadah semata-mata menuju Allah.

Beza beramal Lillaahi Ta'ala ialah mendirikan dengan baik hukum-hukum lahiriah, dengan beramal Billaahi Ta'ala ialah mendirikan kebaikan yang terkandung dalam hati yang bersih demi untuk tujuan berhampir kepada Allah. Inilah yang dimaksudkan oleh ulamak sufi:

"Betulkan lah amalan anda dengan ikhlas dan betulkan lah keikhlasan anda dengan melepaskan diri dari daya dan kekuatan (makhluk)."

Kesimpulan:

Apabila kita ingin supaya amal ibadah kita diterima oleh Allah, maka ikhlas adalah roh dan jiwa dari amal-amal kebajikan. Allah akan menilai amal kebajikan kita dengan penilaian yang rendah, tinggi dan tertinggi sesuai dengan dangkal dan dalamnya keikhlasan kita dalam beribadat.

Beramallah dengan ikhlas. itulah yang diperintah Allah kepada seluruh hambaNya, sebagaimana firmanNYA di dalam Al-Quran bermaksud :

"Dan mereka hanya diperintahkan untk menyembah Allah dengan tulus-ikhlas, beragama untuk Allah semata-mata, berdiri lurus menegakkan sembahyang dan membayar zakat, itulah agama yang sebenar-benarnya." ( surah Al-Baiyinah, ayat 5).

Mudah-mudahan kita selalu dikurniakan oleh Allah dengan melaksanakan amal-ibadah apa saja dengan keikhlasan yang betul-betul menurut perintah Allah. Amin!

Sunday, September 6, 2009

Taubat

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya.

Agama Islam tidak memandang manusia bagaikan malaikat tanpa kesalahan dan dosa sebagaimana Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun dosa yang telah diperbuat manusia. Bahkan Nabi Muhammad telah membenarkan hal ini dalam sebuah sabdanya yang berbunyi: "Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertaubat (dari kesalahan tersebut)."

Di antara kita pernah berbuat kesalahan terhadap diri sendiri sebagaimana terhadap keluarga dan kerabat bahkan terhadap Allah. Dengan segala rahmatnya, Allah memberikan jalan kembali kepada ketaatan, ampunan dan rahmat-Nya dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Penyayang dan Maha Penerima Taubat. Seperti diterangkan dalam surat Al Baqarah: 160 "Dan Akulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Taubat dari segala kesalahan tidaklah membuat seorang terhina di hadapan Tuhannya. Hal itu justeru akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya karena sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Sebagaimana firmanya dalam surat Al-Baqarah: 222, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara, bahkan pintunya selalu terbuka luas tanpa penghalang dan batas. Allah selalu menbentangkan tangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Seperti terungkap dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu musa Al-Asy`ari: "SesungguhnyaAllah membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan pada malam hari sampai matahari terbit dari barat."

Merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan dirinya terus-menerus melampai batas. Padahal, pintu taubat selalu terbuka dan sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya karena sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang.

Tepatlah kiranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat: 133, "Bersegaralah kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."

Taubat yang tingkatannya paling tinggi di hadapan Allah adalah "Taubat Nasuha", yaitu taubat yang murni. Sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Tahrim: 66, "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bresamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan 'Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kamidan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu'".

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa mendatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, "Apakah penyesalan itu taubat?", "Ya", kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: "Taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya".

Di bulan pengampunan, Ramadhan yang "Syahrul Maghfirah" ini adalah saat yang tepat untuk kita bertaubat. Bagi yang sudah bertaubat mari memperbarui taubatnya dan yang belum taubat mari bergegas kepada ampunan Allah. 10 hari kedua bulan Ramadhan merupakan masa maghfirah (ampunan) sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Abu Haurairah "Ramadhan, awalnya Rahmah, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya dibebaskan dari api neraka" (H.R. Ibnu Huzaimah).


Rahsia dan Nikmat Sabar

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ


MAKSUD "sabar" dalam konteks amalan batin ialah menahan hawa nafsu daripada dipengaruhi oleh sebarang gelora atau kegemparan hati atau tekanan jiwa atau perasaan atau rangsangan yang menimbulkan rasa marah atau berontak, resah- gelisah, tidak rela, sugul, kecewa atau putus asa, akibat daripada pengalaman menghadapi kesusahan, ketidak-selesaan atau sesuatu keadaan yang tidak disukai atau tidak diingini.



Kesabaran itu harus meliputi empat tindakan, iaitu:

* tabah dan tekun dalam mengerjakan taat atau ibadat kepada Allah;

* menahan diri daripada melakukan maksiat atau kemungkaran;

* memelihara diri daripada dipukau oleh godaan dunia, nafsu dan syaitan;

* tenang/teguh hati menghadapi cubaan atau musibah.


Sabar yang demikian itu adalah suatu tuntutan dalam agama dan merupakan satu ibadah, malah segala ibadat itu didirikan di atas sabar, kerana dalam mengerjakan ibadat itu kita terpaksa menanggung kepayahan dan pengorbanan.

Malah, dalam segala lapangan, kita perlu bersabar dan menangani segala kesukaran dan rintangan yang dihadapi. Orang yang gagal bersabar tidak akan tercapai matlamat dan manfaat ibadatnya. Antara tujuan kita disuruh mempertahankan kesabaran itu ialah:

Pertama, supaya dapat mengerjakan ibadat dengan tenteram
dan dapat mencapai kesempurnaan dan seterusnya mencapai matlamatnya. Jika tidak bersabar, tekanan dan ekoran daripada pelbagai kesukaran atau daripada padah pelbagai musibah menjadikan kita keluh-kesah, lalu kehilangan punca kekusutan dan pertimbangan. Keadaan ini tentulah akan mengganggu konsentrasi dan penghayatan dalam kerja ibadat, khususnya. Kadang-kadang sampai tidak dapat meneruskannya.


Kedua, untuk mencapai kejayaan (kebajikan dunia dan akhirat).

Antara firman Allah Taala tentang hal ini ialah: "Dan Kami jadikan antara mereka itu pemimpin yang memberi pertunjuk dengan perintah kami ketika mereka bersabar". (QS. 32:24); "Mereka itulah orang-orang yang dibalas (dikurniakan) bilik (martabat yang tinggi di syurga) kerana mereka bersabar (menjunjung taat kepada Allah), dan mereka dialu-alukan di dalamnya (syurga) dengan penghormatan dan ucapan salam kesejahteraan (oleh para malaikat)". (QS. 25:75); "Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu dicukupkan ganjaran pahala mereka tanpa batas". (QS. 39:10);

Allah Taala menganjurkan kita supaya bersabar. Firman-Nya (mafhumnya): "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu (melakukan taat dan menghadapi musibah), teguhkanlah kesabaran kamu, tetapkanlah kewaspadaan serta siap siaga dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung (merebut syurga dan bebas dari neraka). (QS. 3:200).

Apabila seseorang itu berjaya mempertahankan kesabarannya dalam keempat-empat keadaan tersebut di atas, maka tercapailah darjat istiqamah dan taat dengan mendapat ganjaran pahalanya yang besar. Orang itu tidak akan terjatuh ke jurang maksiat.

Saiyidina Ali Abu Talib k.a.w pernah bermadah, maksudnya: Jika engkau bersabar, takdir itu berlaku juga ke atas diri mu, tetapi engkau dikurniakan ganjaran pahala. Jika engkau tidak sabar pun, takdir tetap berlaku juga ke atas dirimu dan engkau berdosa.

DALAM konteks menghadapi ujian (qadhak) atau musibah atau mala petaka, seseorang hamba Allah itu, insya Allah, akan berjaya mengekalkan kesabarannya , jikalau dia sentiasa mengingati atau mengekalkan kesedaran tentang hakikat atau hikmat musibah itu, atau jika hamba Allah itu sentiasa menaruh sangkaan baik terhadap Allah Taala. Malah, dengan yang demikian, kesabaran dan keimanannya akan bertambah teguh.

Sebagai perbandingan tentang hakikat musibah itu, kita katakan ada seorang bapa yang melarang keras anaknya memakan sejenis makanan yang amat digemari oleh anaknya itu. Sebaliknya sang bapa itu memaksa anaknya memakan makanan biasa daripada bahan yang murah, walaupun dia cukup mampu membeli makanan istimewa yang menjadi kegemaran anaknya itu. Apakah penerimaan atau reaksi sang anak terhadap tindakan bapanya itu?

Dan apakah kata kita terhadap sang bapa itu? Mungkin ramai antara kita akan mengatakan sang bapa itu kedekut, bakhil,tidak bertimbang rasa dan sebagainya. Akan tetapi kita tidak harus menuduh sebarangan kepada sang bapa itu sebelum kita tahu apa tujuan dia bertindak demikian. Kita harus mencari sebab-musababnya.

Inilah tindakan wajar orang yang bersabar. Demikianlah antara cara kita berhadapan dengan keadaan yang tidak menyenangkan kita atau apabila menerima cubaan atau musibah yang ditakdirkan oleh Allah Taala ke atas diri kita. Kita tidak harus terus melenting marah atau kesal mengikut arus perasaan atau rangsangan nafsu dan syaitan, kerana kita tidak tahu rahsia hakikat dan hikmat di sebalik takdir itu.

Bandingannya, katakan kita tahu, tujuan sang bapa tersebut bertindak demikian adalah kerana anaknya itu sedang mengidap suatu penyakit yang mengikut doktor, sang anak itu akan menghadapi bahaya apabila memakan makanan kegemarannya itu.

Sekarang apa kata kita? Tidakkah tuduhan-tuduhan terhadap sang bapa tadi tergugur dengan sendirinya? Dan, sang anak itu pula, apa bila mengetahui tujuan bapanya itu, apakah wajar memarahi bapanya atau berkecil hati atau menyesali tindakan bapanya itu? Sekarang tentulah kita akan mengatakan, sang bapa itu adalah seorang bapa yang bertanggungjawab dan anaknya pula tidak sepatutnya menyesali tindakan bapanya yang demikian. Katakan lagi, sang bapa membawa anaknya itu ke hospital, lalu ditahan di wad hospital itu. Maka itu terpenjaralah sang anak di hospital, terpaksa berpisah dengan keluarga dan kawan-kawanya. Selain itu dia terpaksa minum dan menelan ubat-ubat yang pahit dan disuntik. Rawatan seterunya ialah pembedahan.

Pada zahirnya, sang anak itu menderita terseksa, tetapi apabila diyakini, bahawa 'seksaan' itu adalah untuk menyelamatkannya daripada ancaman dan seksaan sebenar yang berpanjangan daripada penyakit yang dihidapinya itu, maka 'seksaan' sementara itu seharusnya diterima dengan hati terbuka, penuh rela, tenang, dan sabar.

Demikianlah semestinya penerimaan kita terhadap musibah atau ujian daripada Allah Taala. Sebenarnya penyakit itu sendiri merupakan suatu cubaan atau musibah. Melalui penyakit, kita diuji oleh Allah Taala sejauh mana kesabaran dan keimanan kita, sejauh mana dan bagaimana usaha atau ikhtiar kita merawatinya, sama ada dengan cara yang bersendikan tawakal dan tafwid atau melibatkan perbuatan syirik, yakni bergantung kepada yang lain daripada Allah dan melakukan perkara-perkara mungkar yang lain.

Dan, kalau ditakdirkan usaha rawatan itu gagal dan penyakit itu bertambah tenat, maka itu adalah ujian yang lebih besar, khususnya kepada pengidap penyakit itu. Kalau penyakit itu akhirnya membawa maut, maka ujian itu melibatkan keluarga pula. Hikmat dan hakikat di sebalik apa yang ditakdirkan Allah itu, sama ada yang baik ataupun yang buruk, kita tidak tahu.

Sebab itu kita perlu bersabar menerima dan menanggungnya. Kita sebagai hamba Allah hendaklah menghadapinya dengan hati yang tenang, penuh kerelaan, penuh kesabaran; di samping berikhtiar mengatasinya dengan seberapa daya mengikut kemampuan kita sebagai manusia, hamba Allah.

Untuk mewujudkan kesabaran, kita hendaklah sentiasa menyedari, bahawa kadar dan waktu berlakunya kesusahan atau musibah itu adalah di bawah takdir Allah Taala yang maha berkuasa. Ketetapan kadar itu tidak bertambah atau berkurang dan waktunya tidak terdahulu atau terkemudian. Dan, untuk memelihara atau mengekalkan kesabaran itu pula, kita hendaklah sentiasa mengingati bahawa kesabaran itu bakal dibalas dengan ganjaran kebajikan dan pahala yang disimpan khas oleh Allah Taala.

Demikianlah, kesabaran itu merupakan ubat yang paling pahit tetapi paling mujarab. Yakinlah, keberkatan daripada kesabaran itu membawa manfaat kepada kita sekali gus menolak mudarat daripada kita. Sebagai ubat, pahitnya hanya sesaat, tetapi manisnya berpanjangan. Wallahu a'lam.

Sunday, June 21, 2009

KERENDAHAN HATI

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Peribadi yang rendah hati biasanya memandang bahawa orang lain memiliki keunikan dan keistimewaan, sehingga dia sentiasa membuat orang lain merasa penting. Kerana sesungguhnya setiap peribadi adalah istimewa. Setiap orang adalah unik dan berhak untuk dihargai. Manusia adalah peribadi yang harus diperlakukan khusus. Manusia adalah makhluk yang sangat sensitif. Jika kita meragukan hal ini, lihat diri kita sendiri dan perhatikan betapa mudahnya kita merasa disakiti atau tersinggung.

Jika apa yang kita pikirkan mengenai orang lain berubah, maka sikap dan tindakan mereka terhadap kita juga akan berubah. Kerana manusia sangat sensitif satu sama lain dalam banyak hal, kita biasanya sangat peka terhadap apa yang difikirkan oleh satu sama lainnya. Jika hubungan kita dengan isteri/suami, kekasih, teman, rakan kerja atau orang tua kita tidak sebagaimana kita harapkan, cubalah lihat lebih jauh ke dalam fikiran kita, apa yang sesungguhnya kita fikirkan saat ini tentang orang tersebut. Kita pasti memiliki hal-hal atau gambaran yang sangat negatif atau positif tentang seseorang.

Mendengar dan Menerima Kritik

Salah satu ciri kerendahan hati adalah dapat mendengar pendapat, saranan dan menerima kritik dari orang lain. Sering dikatakan bahawa Tuhan memberi kita dua telinga dan satu mulut, yang dimaksudkan agar kita lebih banyak mendengar daripada bercakap. Kadang-kadang hanya dengan mendengarkan saja kita dapat menguatkan orang lain yang sedang dilanda kesedihan atau kesulitan. Dengan hanya mendengar, kita dapat memecahkan sebagian besar masalah yang kita hadapi. Mendengar juga bererti membuka diri dan menerima, suatu sifat yang menggambarkan kerelaan untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain mahupun diri kita sendiri.
Demikian halnya dengan kritik, harus sentiasa dipandang sebagai saranan untuk kita belajar dan berusaha. Kritik harus kita pandang sebagai sumber kita untuk mengembangkan diri, bukan untuk menunjukkan kita salah atau benar. Apapun bentuk dan cara penyampaian kritik harus sentiasa kita pandang positif dalam proses pembelajaran yang berlangsung terus menerus dalam hidup kita. Banyak sekali dari kita yang memandang kritik sebagai hal yang peribadi yang menunjukkan kelemahan dan kegagalan kita. Padahal sebaliknya kritik menunjukkan kemenangan dan kedewasaan kita dalam menghadapi setiap tentangan dan kesulitan.

Berani Mengakui Kesalahan dan Meminta Maaf

Salah satu ciri kerendahan hati adalah sentiasa berani mengakui kesalahan dan meminta maaf jika melakukan kesalahan atau menyinggung perasaan orang lain. Manusia rendah hati adalah manusia yang sangat peduli dengan perasaan orang lain. Bezakan dengan mereka yang sentiasa peduli dengan apa yang dikatakan orang lain. Orang seperti ini bukan rendah hati, tetapi rendah diri atau tidak memiliki rasa percaya diri, sehingga dia selalu khuatir dengan apa yang akan difikirkan atau dikatakan orang lain tentang dirinya.

Rela Memaafkan

Rela memaafkan merupakan ciri seseorang yang rendah hati. Bahkan dalam setiap agama dikatakan bahawa kita harus memaafkan kesalahan sesama kita, kerana Tuhan juga mengampuni dosa-dosa kita. Sifat ini tidak selalu kita temui dalam kehidupan seharian kita. Masih banyak dari kita yang tidak dapat memaafkan orang lain dan sentiasa hidup dalam dendam dan sakit hati. Rela memaafkan lebih ditujukan kepada kepentingan diri kita sendiri, untuk menghindarkan kita dari sakit penyakit dan tekanan dalam kehidupan kita.

Lemah Lembut dan Penuh Pengendalian Diri

Ciri yang jelas dari orang yang rendah hati adalah sikapnya yang lemah lembut (gentle) dan penuh pengendalian diri (self control). Dia tidak pernah membiarkan emosinya tidak terkendali dan lepas kontrol. Dia tidak menunjukkan kemarahan dengan sikap kasar, kata-kata yang tidak baik, atau melakukan tindakan fisik. Kemarahan dia tunjukkan dalam rangka mendidik orang lain. Kemarahan atau kekecewaan yang dirasakan sentiasa dapat dia kendalikan sepenuhnya, dalam erti bukan dilupakan, diacuhkan atau ditahan (supressed), tetapi dilepaskan dengan pasrah (released).

Artikel dari : http://halaqah.net/v10/index.php

ADAB DAN AKHLAK HATI

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Disiplin dalam atau batin atau spritual ini terbahagi kepada 3 bahagian juga iaitu: Disiplin Hati, Disiplin Akal dan Disiplin Nafsu.

DISIPLIN HATI

Hati adalah tempat untuk rasa bertuhan, rasa kasih sayang, rasa pemurah, rasa takut, rasa gerun, rasa cemas dan ribuan lagi rasa.terlalu banyak rasa. Hati sangat sensitif, sangat seni dan di situ jugalah kita sebut "Hendak seribu daya, tak hendak seribu dalih". Hatilah yang mencorakkan kehidupan manusia.

Rasulullah SAW ada menyebut, "Dalam diri manusia ada seketul daging, kalau baik daging itu baiklah seluruh kehidupan manusia, kalau jahat maka jahatlah kehidupan manusia itu, ketahuilah kamu itulah hati". Kalau seorang itu, lahirnya jahat maka jahatlah hatinya. Mengapa seorang itu jadi jahat, mestilah ada sebabnya.

Bagaimana nak mendisiplinkan hati?

Cara yang pertama ialah kita kenalah menajamkan Rasa Bertuhan. Apabila manusia ada rasa bertuhan, ia tidak mudah putus asa atau kecewa walaupun orang kafir, cuma lebih elok kalau dia beriman. Untuk ada rasa bertuhan kita mesti kenal Tuhan. Kalau kita tak kenal Tuhan tetapi lebih kenal kuman, batu, kayu katak dll, ini dah kira parah. Macam mana nak kenal dan percaya Tuhan? Kena belajarlah. Kita kena percaya Rukun Iman yang 6 tanpa dicelah oleh jahil, syak, zan dan waham. Orang yang digelar beriman ialah orang yang percaya dan yakin 100%.

Jahil maksudnya golongan tak tahu atau tak berilmu tentang hal-hal iman.

Syak pula golongan yang percaya dan yakin 50%, tak yakin 50%. Akhirat ini ada ke tidak? Kalau tak ada macam mana? Kita bahas ikut logik akal, bukankah elok kita buat baik di tengah manusia dan tak rugi juga sekiranya Akhirat itu tak ada. Kita mesti yakin Akhirat itu ada, dan kita juga selalu berdoa minta kebaikan untuk dunia dan akhirat. Kalau betul-betul Akhirat itu ada kita tak rugi sebab kita dah berbuat. Kita tak buat baik sebab kita rasa Akhirat itu tak ada, kemudian Akhirat itu betul-betul ada, kan kita dah rugi dan tak boleh balik ke dunia untuk buat baik lagi!

Zan pula golongan yang percaya 75%, tak yakin 25%.. dia percaya semua rukun Iman cuma dia tak yakin tentang qadak dan qadar, dia tak yakin tentang rezeki, takut masa depan yang susah, takut sakit hingga kena beli insuran dan sebagainya.

Waham pula golongan percaya 25%, tak yakin 75%. upacara nikah kahwin, kematian, naik haji, sembahyang sunat hari raya itu semua dia percaya. Tetapi dia berpendapat orang sembahyang ke tak sembahyang semua sama sahaja, tak sembahyang pun tak apa, entah Tuhan ada ke tidak!

Rukun Iman ada 6:
Percaya kepada Allah. kita kena belajar ilmu ketuhanan, ilmu rasa namanya.
Percaya adanya Malaikat, tentera-tentera Allah yang kita tak nampak tetapi ada. Musnah iman kita kalau kita tak percaya.
Percaya kpd Kitab-kitab Allah
Percaya kpd Nabi dan Rasul-Rasul dan menjadikan mereka idola dan suri tauladan kita. Kalau kita nak berjuang menegakkan kalimah Allah kenalah kita ikut mereka.
Percaya kpd hari Kiamat. Kalau tak adalah hari Kiamat seperti yang disebutkan Tuhan sudah tentu beruntunglah orang-orang yang buat jahat di dunia ini.
Percaya kpd Qadak dan qadar Allah.

Cara yg kedua untuk mendisiplinkan hati ialah menebalkan rasa kehambaan kita. Selagi kita tak kenal kita ini hamba Allah selagi itulah kita tak mempunyai disiplin hati. Kalau kita tak rasa yang kita ini hamba sudah tentulah kita ini rasa kita ini Tuhan. ini merbahaya. Untuk merasakan kita ini hamba kenalah selalu merintih kepada Allah, mengaku yang kita selalu buat silap. Walaupun kita tak buat silap, tetapi sebagai seorang hamba kita kena faham yang Allah suka mendengar hambanya merintih.

Sebagai manusia sememangnya kita tak lepas dengan sifat lalai dari mengingati Allah dan tak terlepas dari dosa maka cepat-cepatlah kita bertaubat dan minta ampun dari Allah. Sekiranya kita tak ada sifat hamba segala yang kita buat di dunia ini kita rasa yang kita yang punya, kita rasa kita yang memiliki. Seorang manusia yang sedar dirinya hamba, dia berasa tidak memiliki apa-apa pun tanpa keizinan Allah. kalau Allah tak jadikan dia manalah dia boleh hidup, oksigen
yang Allah beri secara percuma untuk bernafas pun kalau Allah tarik matilah kita.

Cara yang ketiga untuk mendisiplinkan hati ialah dengan menyucikan atau menghilangkan rasa cinta dunia. Dunia itu banyaklah, ada yang dapat, ada yang tak dapat dan ada yang terlepas. Cinta Allah itu adalah ibu segala kebaikan. Cinta dunia adalah ibu segala kejahatan.

Cara yang keempat pula ialah dengan memindahkan rasa bertuhan, rasa kehambaan ke dalam hati kita. Macam mana caranya? Katalah semasa kita sembahyang segala perbuatan yang kita lakukan adalah yang fizikal yang kena kita jaga disiplinnya juga, tetapi yang penting adalah apa yang kita rasa di dalam hati kita.

Macam mana kita nak hubungkan hati kita dengan Tuhan sewaktu itu sebab Tuhan itu bukan berketul dan tak boleh juga kita bayangkan Tuhan itu hijau atau kuning. itu semua tak boleh. Maknanya hati sewaktu sembahyang kena berdisiplin iaitu sentiasa ingat Tuhan. Ingat Tuhan itu bermacam-macam bentuk pula. ada rasa takut, sayu, sedih, rindu, malu dan bermacam-macam rasa lagi. Rasa-rasa ini sentiasa berpindah-pindah dan berubah. Macam warna langit yang sentiasa bertukar warna. kejap biru, kejap hijau, kejap kuning. Jadi sentiasalah hati itu tidak terlalai dari mengingati Allah, itulah dikatakan disiplin. Ini memang susah nak dibuat.

Katalah kita nak masukkan rasa malu di hati kita, cuba kita bayangkan segala nikmat Tuhan dalam diri, nikmat Tuhan diluar diri kita. Dia bagi kita semua anggota yang bermacam-macam, kita tak payah bayar pun. Allah beri kita rumah, isteri dan anak-anak, kereta dan bermacam-macam lagi. cuba kita tanya ini semua siapa yang punya, siapa yang bagi? Malu tak kalau hari-hari ada orang yang beri kita $10 setiap hari tanpa kita buat apa-apa. sekali dua boleh lagi tetapi kalau lebih 10 kali tentu kita naik malu. Nikmat oksigen juga dah cukup untuk membuat kita rasa malu dengan Allah. Jadi dalam nak mendisiplinkan hati kenalah dalam bentuk rasa dan pada peringkat permulaan kenalah kita menghitung-hitung.

Macam mana pula kita nak masukkan rasa takut di dalam hati kita? Allah boleh matikan dan hidupkan kita, Dia juga boleh sakitkan kita, Allah boleh miskinkan kita, macam-macam Allah boleh buat.

Rasa cemas macam mana pula? Sembahyang yang kita buat, segala ibadah
yang kita buat banyak-banyak itu adakah betul semua itu Allah terima? Adakah Allah terima taubat kita? Dosa kita dengan Allah adakah sudah diampun? Sebagai hamba Allah yang beriman kita yakin dengan sifat Allah yang Maha Pengampun, maka kita kena yakin Allah akan ampunkan dosa-dosa kita tetapi kita juga yakin dengan sifat Qahhar dan Jabbar Tuhan yang membuat kita rasa cemas dengan hukuman Tuhan.

Inilah ada-adab atau disiplin atau seni-seni hati yang kita perlu perolehi.
Artikel dari http://halaqah.net/v10/index.php

Saturday, June 20, 2009

INDAHNYA BERBAIK SANGKA

"Hubungan yang baik antara satu dengan lain dan khususnya antara muslim yang satu dengan muslim lainnya merupakan sesuatu yang harus dijalin dengan sebaik-baiknya. Ini kerana Allah telah menggariskan bahawa mukmin itu bersaudara." Itulah sebabnya, segala bentuk sikap dan sifat yang akan memperkukuh dan memantapkan persaudaraan harus ditumbuhkan dan dipelihara, sedangkan segala bentuk sikap dan sifat yang dapat merosak ukhuwah harus dihilangkan. Agar hubungan ukhuwah islamiyah itu tetap terjalin dengan baik, salah satu sifat positif yang harus dipenuhi adalah husnuzh zhan (berbaik sangka).

Oleh kerana itu, apabila kita mendapatkan informasi negatif tentang sesuatu yang terkait dengan peribadi seseorang apalagi seorang muslim, maka kita harus melakukan tabayyun (penyelidikan) terlebih dahulu sebelum mempercayainya apalagi meresponnya secara negatif, Allah berfirman yang ertinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan." Q.S Al-Hujuraat : 6


Manfaat Berbaik Sangka

Ada banyak nilai dan manfaat yang diperolehi seseorang muslim bila dia memiliki sifat husnuzh zhan kepada orang lain.

Pertama, hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik, perkara ini kerana berbaik sangka dalam hubungan sesama muslim akan menghindari terjadinya keretakan hubungan. Bahkan keharmonian hubungan akan semakin terasa kerana tidak ada halangan psikologis yang menghambat hubungan itu.

Kedua, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama kerana buruk sangka akan membuat seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa bukti yang benar, Allah berfirman sebagaimana yang disebutkan pada Surah Al-Hujuraat Ayat 6 di atas.

Ketiga, selalu berbahagia atas segala kemajuan yang dicapai orang lain, meskipun kita sendiri belum dapat mencapainya, perkara ini memiliki erti yang sangat penting, kerana dengan demikian jiwa kita menjadi tenang dan terhindar dari iri hati yang boleh berkembang pada dosa-dosa baru sebagai kelanjutannya. Ini bererti kebaikan dan kejujuran akan membawa kita pada kebaikan yang banyak dan dosa serta keburukan akan membawa kita pada dosa-dosa berikutnya yang lebih besar lagi dengan dampak negatif yang semakin banyak.


Ruginya Berburuk Sangka

Manakala kita melakukan atau memiliki sifat berburuk sangka, ada sejumlah kerugian yang akan kita perolehi, baik dalam kehidupan di dunia mahupun di akhirat.

Pertama, mendapat dosa. Berburuk sangka merupakan sesuatu yang jelas-jelas bernilai dosa, kerana disamping kita sudah menganggap orang lain tidak baik tanpa dasar yang jelas, berusaha menyelidiki atau mencari-cari keburukan orang lain, juga akan membuat kita melakukan dan mengungkapkan segala sesuatu yang buruk tentang orang lain yang kita berburuk sangka kepadanya, Allah berfirman yang ertinya :
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha mengasihani."
Q.S Al-Hujuraat : 12

Kedua, dusta yang besar. Berburuk sangka akan membuat kita menjadi rugi, kerana apa yang kita kemukakan merupakan suatu dusta yang sebesar-besarnya, perkara ini disabdakan oleh Rasulullah : "Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta" HR. Muttafaqun alaihi

Ketiga, menimbulkan sifat buruk. Berburuk sangka kepada orang lain tidak hanya berakibat pada penilaian dosa dan dusta yang besar, tetapi juga akan mengakibatkan munculnya sifat-sifat buruk lainnya yang sangat berbahaya, baik dalam perkembangan peribadi mahupun hubungannya dengan orang lain, sifat-sifat itu antara lain ghibah, kebencian, hasad, menjauhi hubungan dengan orang lain dll. Dalam satu hadith, Rasulullah bersabda :
"Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke syurga. Selama seseorang benar dan selalu memilih kebenaran dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Berhati-hatilah terhadap dusta, sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seseorang dusta dan selalu memilih dusta dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta. "HR. Bukhari


Larangan Berburuk Sangka

Kerana berburuk sangka merupakan sesuatu yang sangat tercela dan mengakibatkan kerugian, maka perbuatan ini sangat dilarang di dalam Islam sebagaimana yang sudah disebutkan pada Surah Al-Hujuraat Ayat 12 di atas. Untuk menjauhi perasaan berburuk sangka, maka masing-masing kita harus menyedari betapa hal ini sangat tidak baik dan tidak benar dalam hubungan persaudaraan, apalagi dengan sesama muslim dan aktivis dakwah. Disamping itu, bila ada benih- benih di dalam hati perasaan berburuk sangka, maka perkara itu harus segera dicegah dan dijauhi kerana ia berasal dari godaan syaitan yang bermaksud buruk kepada kita. Dan yang lebih penting lagi adalah memperkukuh terus jalinan persaudaraan antara sesama muslim dan aktivis dakwah agar yang selalu kita kembangkan adalah berbaik sangka, bukan malah berburuk sangka.

Oleh kerana itu, Khalifah Umar bin Khattab menyatakan: Janganlah kamu menyangka dengan satu kata pun yang keluar dari seorang saudaramu yang mukmin kecuali dengan kebaikan yang engkau dapatkan bahawa kata-kata itu mengandungi kebaikan.
Demikian perkara-perkara dasar yang harus mendapat perhatian kita dalam kaitan dengan sikap husnuzhzhan (berbaik sangka).

"Ya Allah, bukakanlah ke atas kami hikmatMu dan limpahilah ke atas kami khazanah rahmatMu, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Wahai Tuhanku, tambahkanlah ilmuku dan luaskanlah kefahamanku. Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah urusanku".

"Seandainya engkau menyampaikan keburukan saudaramu, Jika itu benar, maka bererti kamu sudah membuka aib saudaramu, dan jika itu salah, maka engkau sudah melakukan fitnah "

Mazmumah Menghapus Bahagia Hati

Antara mazmummah utama yang menghilangkan bahagia di hati ialah

1. Pemarah - paling mudah dikesan atau dilihat dan paling banyak di dalam diri manusia. Orang seperti ini jarang mendapat kawan dan hati tentunya tidak terang. (sapa nak dekat kalau asyik nak marah aje bawak2lah senyum.. tentu org tak takut nak dekat)

2. Pendendam - tersembunyi iaitu ibarat mengumpul lahar di dalam dada. Orang seperti ini sentiasa mencari-cari peluang untuk membalas dendam walaupun secara yang kecil-kecil sekalipun seperti sakitkan hati atau tempelak orang yang didendami itu. Sebab itu orang pendendam mudah kena sakit jantung. ( dendam kesumat)

3. Hasad dengki - amalanya hangus akibat hasad dengkinya itu kerana ia memiliki sifat ketuhanan. (tak elok dengki mendengki)

4. Bakhil - sentiasa merasakan orang lain menginginkan harta, kesenangan, pangkat dll. dari dirinya. Contohnya sentiasa berdalih mengatakan ia tiada duit. (rezeki yang diberi oleh Allah elok dikongsi bersama..-derma)

Allah lebih sayang orang yang fasiq tetapi pemurah tetapi benci orang yang abid tetapi bakhil. Kerana walaupun fasiq, pemurahnya itu tetap memberi manfaat pada orang lain kerana kadangkala rezeki itu Allah beri melalui makhluk.

5. Tamak - orang yang tidak puas dengan yang sedikit nescaya tidak akan puas dengan yang banyak kerana dunia ini ibarat meminum air laut, walau berapa banyak yg diminum tetap tak habis juga. ( lagipun org tamak selalu rugi.. cam pantun zmn sekolah, dlm semak ada duri, ayam kuning buat sarang, org tamak selalu rugi, cam anjing ngan bayang-bayang)

Ingat ! yang dikatakan harta atau rezeki kita bila ia dipakai atau digunakan oleh kita. Selagi tidak diguna iaitu disimpan, itu belum boleh dikatakan rezeki kita. (mungkin ada hak orang lain di situ) Biarlah rezeki itu sedikit tetapi mendapat keberkatan iaitu dapat dimanfaatkan.

6. Tidak sabar - andainya perkara yang kecil pun tidak boleh bersabar apatah lagi hal-hal yang lebih besar. (oleh itu banyak2kanlah bersabar bila hadapi dugaan.. contohnya banyak kerja.. tetap maintain vogue walau keja bertimbun atas meja)

7. Ego - ibu segala mazmummah jadi ia membuatkan seseorang paling tidak tenang. Orang yang memiliki sifat ini pantang tercabar dari sudut zahir mahupun batin.

8. Riak - terseksa sendiri kerana sentiasa tercari-cari peluang untuk dipuji. Sentiasa berlakon di depan orang. Jika ia dipuji, ia akan menambah amalnya tetapi jika dikeji, ia akan mengurangkan amalnya. Allah marah kalau kita riak.. takabbur dgn apa yg kita ada(harta, ilmu amal dll)

9. Cinta dunia - tidak dapat menderita, dapat pun menderita kerana bila sudah dapat susah pula menjaganya. Berhartalah tidak mengapa tetapi kawal hati jangan diletakkan pada harta itu. dan biler mati cuma bawa amalan dan doa anak yg soleh/solehah

Cinta dunia merupakan "neraka dunia" kerana dunia itu "panas" akibat ia merupakan barang buruan dan rebutan. Jadi letakkanlah akhirat itu di hati dan dunia itu di tangan supaya dunia itu senang dibahagi-bahagi dan akhirat dibawa mati.

Samada bermujahadah atau biarkan saja mazmummah itu, kedua-duanya tetap menderita tetapi andainya bermujahadah kita akan dibantu Allah dan akan bahagia jua akhirnya.

Sifat Pemaaf Bersih Hati,Tenangkan Jiwa

KETIKA manusia diciptakan, Allah mencipta juga pelbagai bentuk emosi dan keinginan dalam diri manusia yang berbentuk positif dan negatif yang saling mempengaruhi antara satu sama lain. Antara sifat positif yang terdapat dalam diri manusia ialah pemaaf, yakni lawan kepada sifat pemarah dan pendendam.

Pemaaf adalah sifat luhur yang perlu ada pada diri setiap muslim. Ada beberapa ayat al-Quran dan hadis yang menekankan keutamaan bersifat itu yang juga disebut sebagai sifat orang yang hampir di sisi Allah.

Allah berfirman bermaksud: “Dan orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain, Allah menyintai orang yang berbuat kebajikan.” (Surah Ali Imran, ayat 132).

Namun, diakui bukan mudah untuk menjadi seorang pemaaf. Sikap negatif yang menjadi lawannya iaitu pemarah sentiasa berusaha menidakkan wujudnya sifat pemaaf dalam seseorang. Pertembungan dua unsur ini mewujudkan satu mekanisme yang saling ingin menguasai diri seseorang.

Iman dan takwa menjadi pengemudi melahirkan sifat pemaaf, manakala syaitan pula mengambil tempat mendidik sifat pemarah. Hakikatnya, syaitan sentiasa menggunakan kelemahan manusia untuk digoda dari pelbagai penjuru agar timbul sifat haiwaniah dalam diri manusia.

Memang tepat sifat pemaaf itu bukanlah satu perbuatan mudah dilakukan. Firman Allah yang bermaksud: “Tetapi, sesiapa yang sabar dan suka memaafkan, sesungguhnya termasuk pekerjaan yang berat ditanggung.” (Surah asy-Syura, ayat 43).

Sifat pemaaf memang sukar dilakukan memandangkan manusia sentiasa dikuasai fikiran logik untuk bertindak atas sesuatu perkara sehingga membunuh nilai moral sebenar.

Contohnya, bayangkan apakah tindakan spontan kita jika ditipu, dihina, dikhianati, dikecewakan dan perkara lain yang tidak disenangi. Sudah tentu perasaan marah akan menguasai diri dan diikuti pula dengan tindakan berbentuk lisan dan fizikal.

Kadangkala, perasaan marah juga disebabkan persaingan untuk mendapatkan sesuatu. Dalam keadaan itu, pesaing dianggap sebagai musuh yang perlu diatasi dengan apa cara sekalipun. Punca ini boleh merebak kepada fitnah, ugutan dan tindakan fizikal secara kekerasan.

Emosi manusia mudah terpengaruh ke arah melakukan tindakan yang pada pandangan logik adalah tindakan yang sepatutnya. Apatah lagi jika hasutan syaitan berjaya menguasai diri.

Di sinilah pentingnya kita memupuk sifat pemaaf dalam diri. Sesuatu yang logik tidak semestinya betul. Sebaliknya, ajaran agama adalah petunjuk kepada kebenaran yang mesti diamalkan untuk mendapat kebaikan di dunia dan akhirat.

Tindakan marah melampau dan diikuti pula dengan tindakan fizikal bukanlah jalan menyelesai masalah atau untuk menunjukkan siapa yang benar. Ketika itu jika diteruskan niat melakukan tindak balas atas kemarahan itu, mungkin ada tindakan yang mendatangkan keburukan sehingga melakukan pembunuhan.

Sesiapa berupaya menahan kemarahan, bererti dalam dirinya memiliki kemuliaan, keberanian, keikhlasan dan kekuatan yang sebenar. Sebaliknya, orang yang tidak mampu menahan marah adalah golongan yang lemah.

Nabi Muhammad bersabda: “Bukanlah orang yang kuat itu (dinilai) dengan (kekuatan) dalam pergelutan, sesungguhnya orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (Hadis riwayat Bukhari).

Pentingnya sifat menahan marah mendorong Nabi Muhammad apabila diminta oleh seorang lelaki agar berpesan atau mengajarnya mengenai sesuatu perkara, menjawab ringkas iaitu ‘jangan marah’.

Lelaki itu seperti tidak berpuas hati dengan jawapan itu. Dia mungkin merasakan apalah besar sangat kebaikan menahan marah. Lalu dia bertanya kali kedua mengharapkan agar Rasulullah memberitahu amalan lain yang lebih besar pahalanya. Tetapi Rasulullah tetap mengulangi perkataan ‘jangan marah’.

Untuk mendidik sifat baik dalam diri perlulah menghampiri diri dengan memperbanyakkan melakukan ibadat wajib dan sunat. Dengan kekuatan takwa dan iman secara langsung akan menjauhkan perkara yang ditegah, termasuk sifat pemarah.

Sifat pemaaf lahir dari jiwa dan hati yang tenang hasil daripada tarbiyah yang berterusan. Sebab itu, selalu memupuk sifat pemaaf. Bermulalah dengan perkara yang kecil dan mudah hilang sifat marah.

Jika ada sesuatu yang menimbulkan perasaan marah, berfikirlah sejenak untuk terlebih dahulu menilai atau muhasabah diri sendiri terlebih dahulu. Renungkan dalam hati sendiri adakah perkara itu juga berpunca dari kita sendiri? Adakah sebelum ini kita mengambil langkah yang wajar untuk mengelak perkara itu daripada berlaku?

Jika kita mampu berfikir sedemikian, cahaya kebenaran mudah memasuki ruang hati dan memberi petunjuk apakah tindakan yang wajar dilakukan seterusnya. Pada ketika itu syaitan tidak berpeluang untuk menyemarakkan perasaan marah, yang lahir adalah keinsafan dan sifat memaafkan.

Sifat pemaaf memberi manfaat yang besar kepada diri sendiri terutama dari segi rohani. Orang yang bersifat pemaaf selalu dalam keadaan tenang, hati bersih, berfikiran terbuka, mudah diajak berunding dan sentiasa menilai diri sendiri untuk melakukan kebaikan.

Bagi orang yang bersifat pemaaf, padanya tiada seorang pun dalam hatinya tersimpan perasaan marah. Sebab itu, hati orang bersifat pemaaf tidak mudah terbakar dengan provokasi yang menekan dirinya.

Banyak masalah berkaitan hubungan sesama manusia berpunca sifat marah dan membalas dendam. Biarpun perselisihan kecil, perkara itu tidak dapat diselesaikan disebabkan perasaan dendam masih bertapak di hati.

Sikap berdendam hanya merugikan kedua-dua pihak. Paling tertekan ialah pihak yang lebih banyak berdendam. Hatinya tidak tenteram dan sentiasa ada perasaan buruk sangka. Kadangkala, yang berdendam hanya sebelah pihak. Sedangkan, sebelah pihak lagi menganggap persengketaan sebelum ini selesai.

Jika sifat memaafkan diamalkan, insya Allah, kita juga tidak akan menanggung kemarahan daripada orang lain. Sesungguhnya Allah terlebih awal memberi keampunan dengan rahmat-Nya.

Thursday, May 14, 2009

KALAM HIKMAH KE 9 :HATI ADALAH MENENTUKAN AMAL IBADAH LAHIRIAH

Menurut Kalam Hikmah Ibnu Ataillah Askandary yang ke 9 adalah seperti berikut:

"Berbagai jenis amal ibadah (yang dikerjakan) karena berbagai rupa segala sesuatu yang datang pada gerak hati."

Kalam yang pendek tetapi pengertian yang mendalam. Tafsirannya ialah:

1. "Al-'Amal" bermaksud :

"Gerak-gerik yang bertalian dengan tubuh jasmaniah (manusia). Misalnya, Puasa, Solat dll."

2. "Al-Ahwal" adalah jamak dari perkataan "Hal": "Gerak-gerik yang berhubung dengan hati" iaitu timbul perasaan dalam hatinya yang menyebabkan ia kasih dan sayang kepada fakir miskin, ini melahirkan ibadah mengeluarkan zakat, sedekah, membantu anak yatim, mengumpul dana sosial bagi membantu mangsa bencana alam, peperangan dan sebagainya. Jika dalam hatinya timbul perasaan bersalah dan berdosa, maka menonjollah dalam amal ibadahnya taubatnya kepada Allah dengan jalan memulangkan harta orang, meminta maaf kepada yang bersangkutan kesalahan lalu, minta ampun kepada Allah SWT, berzikir, membaca Al-Quran, bersalawat atas Nabi, mengerjakan perintah-perintah wajib yang lain, dan bertafakkur dalam pengertian "Ihsan" sebagai mana yang dianjurkan oleh Rasullulah SAW.

3. Sebagusnya dalam beramal menurut ilmu tasawuf, hendaklah di pimpin oleh seorang guru yang alim dalam ilmu Syari'at dan Hakikat, di samping juga guru itu mengetahui pula hal keadaan murid-muridnya dalam ilmunya dan amalnya. Apalagi tentang penyakit-penyakit hati yang terdapat pada seseorang murid. Dengan sebab itu maka si guru dapat memimpin seseorang murid melihat keadaannya dan penyakit-penyakitnya.

Andaikata apabila bermacam-macam perasaan datang sekali gus kepada hati si murid, misalnya ingin mengerjakan solat sunat sebanyak-banyaknya, dan membaca Quran sebanyak-banyaknya, tetapi kenyataannya apabila ia mengerjakan solat sedemikian banyaknya, maka menyebabkan dia merasa penat, dan solatnya menjadi kurang khusyuk, bacaan qurannya juga kurang sempurna.

Maka bagi si guru yang 'Arif tentang hal muridnya, ia akan menasihati agar lebih mengutamakan solat fardu, solat -solat fardu yang terdahulu yang mungkin pernah ditinggalkan.Jadi dengan minat yang mendalam untuk mengerjakan solat sebanyak yang mungkin harus didorong dan dituntun. Mudah -mudahan kealpaan di zaman silam di ampunkan oleh Allah. Jika kita tiada siapa yang menuntun atau memimpin

4. Imam Ghazali telah berpendapat tentang masalah hati yang berhubung dengan amal lahiriah dan ada 3 jenis ;

a) Hati yang penuh dengan taqwa, suci dari akhlak-akhlak yang tidak baik. Hati yang begini sentiasa bersinar pada akal dalam berfikir pada yang baik-baik dan menyebabkan terbuka sinar matahati, sehingga hati selalu melihat segala sesuatu yang baik-baik dan diridhai oleh Allah. Apabila hati telah suci dari segala penyakitnya, maka dekatlah hati kepada Allah, dengan mensyukuri nikmat-nikmatNYA. Sabar dan takut kepadaNYA, serta mengharapkan kasih sayangNYA, rindu dan tawakkal kepadaNYA. Ketika ini hati sentiasa merasa tenteram, tenang dan tidak kacau -bilau atau gelisah dengan persoalan- persoalan duniawi.

Firman Allah dalam surah Ar-Ra'ad, ayat 28-29, bermaksud:

"Orang-orang beriman itu hati mereka menjadi tenteram kerena mengingati Tuhan. Ingatlah, bahawa dengan mengingati Tuhan itu, hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan baik, mereka memperoleh untung baik dan tempat kembali yang utama." (Ar- Ra'ad: ayat 28-29)

b) Hati yang penuh dengan gelora hawa nafsu dan penyakit hati di mana dengannya terbuka pintu hati untuk iblis dan syaitan tetapi tertutup untuk malaikat-malaikat Tuhan. Hati yang begini, kontak dengan akal. Maka akal pada waktu itu membantu hati untuk bagaimana terlaksana hawanya dan nafsunya. Maka lapanglah dada dalam memanjang hawa nafsu. Dhaiflah kekuatan iman, disebabkan asap yang gelap terhadap hati. Firman Allah dalam surah Al-Furqan ayat 43-44, yang bermaksud:

"Tidakkah engkau perhatikan orang yang mengambil kemauan nafsu nya menjadi Tuhannya? Engkaukah yang menjadi penjaganya? Apakah engkau mengira bahawa kebanyakkan mereka mendengar atau mengerti? Tidak! Mereka adalah sebagai binatang ternak, bahkan lebih tersesat lagi jalannya." (Al -Furqan : 43 -44)

Dari ayat ini dapatlah difahami bahawa apa bila keadaan menjadikan nafsu sebagai tuhan, maka muncullah ke alam nyata perbuatan-perbuatan anggota yang bertentangan dengan ajaran-ajaran agama disebabkan menurut hawa nafsu yang telah mendalam di dalam hati.

c)Hati yang terumabng-ambing antara kebaikan dan kejahatan atau dengan kata lain antara malaikat dan syaitan. Hati ini akan sering merasa ragu disebabkan kadang-kadang timbul daya tarikan kepada kejahatan, tetapi pada waktu itu akan datang pula daya tarikan kebaikan. Firman Allah bermaksud : "Maka barang siapa yang hendak dipimpin oleh Allah, niscaya dibukakanNya hatinya untuk Islam, dan siapa yang hendak disesatkan oleh Allah, maka Allah akan menjadikan dada orang itu sesak dan sempit seperti orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Tuahnmu, jalan yang lurus. Sesungguhnya telah kami jelaskan keterang-keterangan kepada kaum yang mahu memperhatikan ." (Al-An'am : Ayat 125-126)
(Allah yang mengilhamkan ketakwaan)

Kesimpulan:
Apabila amalan lahiraiah yang kita amalkan terpelihara daripada hasad, khianat dan lain-lain maka adalah amal yang kita kerjakan itu adalah timbul dari kehendak hati yang diilhamkan oleh Allah SWT. Maka hendaklah ditetapkan hati untuk mengerjakan kebaikan itu. Untuk sampai kepada hakikat perasaan Tasawuf, di samping mentaati Allah dengan menjauhi larangan-larangNYa dan selalu minta ampun kepadaNYA, maka janganlah lupa berdoa : " Wahai tuhan yang membolak-balik segala hati makhlukNYA! tetapkan olehMu, ya Allah hatiku atas agamaMU."

Mudah-mudahan hati kita dipimpin oleh Allah sehingga segala amal ibadah lahiriah sejalan dengan hati, disebabkan Taufiq dan HidayahNYA. Amin...

Sunday, March 29, 2009

Kalam Hikmah ke 8: Terbuka Jalan Makrifat Kepada Allah

Kalam Hikmah yang ke 8; Imam Ibnu Athaillah Askandary bermaksud;

"Apabila Allah membukakan bagi anda jalan untuk mengenal- Nya, maka janganlah anda ambil peduli tentang sedikit amalanmu, karena Allah SWTtidak membukakan jalan tadi bagimu selain Ia-Nya Allah berkehendak memperkenalkan (DzatNya atau sifat-sifatNya) kepadamu."

Sesungguhnya berkehendak 'memperkenalkan DzatNya' kepada manusia pilihan adalah merupakan anugerah Allah.

Segala amal-amalan yang kita lakukan adalah untuk Allah , dan dimanakah fungsi pemberian anda kepada Allah apabila dibandingkan pada apa yang didatangkan Allah atas kita?

Kalam Hikmah ini mengandungi pengertian tentang tujuan kita selaku hamba Allah dalam perjalanan kepada Allah dengan mengerjakan amal ibadah sebagai yang dikehendaki dalam ajaran agama Islam. Maka dijelaskan seperti berikut:

1. Hamba-hamba Allah yang mengerjakan amal ibadah dengan sebanyak mungkin, tujuannya agar sampai kepada Allah dengan perasaan sepenuh hati dan perasaan mengenal Allah. Apabila kita tekun dan sabar mengerjakan amal ibadah, lama-kelamaan, insyaAllah pintu hati kita dibukakan oleh Allah SWT untuk mengenal (makrifat) kepadaNya.

Makrifat kepada Allah ialah kita merasakan bahawa Allah “ADA” di mana saja kita berada. Allah melihat hal keadaan kita. Dan pula perasaan kita yang bercampur dengan aqidah yang mendalam bahawa tidak ada yang berbuat dan berkuasa selain hanya Allah SWT. Di mana sahaja kita berada, Allah selalu bersama kita. Segala perbuatan dan tindak-tanduk kita dilihat oleh Allah.

2. Apabila aqidah dan perasaan kita telah mendalam , kadang-kadang ada juga waktu-waktu tertentu amal ibadah yang dilakukan itu berkurangan di kerjakan seperti sebelumnya. Tujuan amal ibadah yang dikerjakan adalah untuk dapat hamper kepada Allah, sedang terbuka jalan seperti yang telah dianugerahkan Allah kepada kita adalah bukti yang nyata, bahawa kita mulai dekat kepadaNya, dan kita akan menjadi sebahagian hamba-hamba yang dikasihi olehNya. Kemungkinan terjadi sedikit amal ibadah yang dikerjakan disebabkan penyakit yang ada pada tubuh badan kita, tetapi apabila makrifat kita kepada Allah sudah begitu mendalam, maka kita mengetahui dengan rasa yakin bahawa sakit itu lebih baik dari sihat, karena kita dalam sakit boleh meningkatkan hal keadaan kita untuk lebih dekat kepada Allah daripada sihat, yang mana kita akan jauh daripadaNya. Oleh sebab itu, meskipun sedikit amal ibadah yang dikerjakan, tetapi hati terus mendekat kepada Allah, sehingga terbukalah makrifat kita kepada DzatNya dan sifat-sifatNya dalam kita melihat alam makhluk dunia ini.

3. Ketahui lah, bahawa Allah membuka jalan makrifat untuk dapat kita kenal Dia (Allah), adalah merupakan kehendakNya, semoga dengan kurniaNya kita dapat dekat dengan Allah. Terbuka segala sifatNya dan termakan pengertian asmaNya dalam hati dan perasaan tubuh
Jasmaniah kita. Terbuka jalan ini adalah lebih besar nilainya daripada amal ibadah yang banyak, tetapi sunyi atau sedikit sekali makrifat kita kepada Allah SWT. Bandingkan antara nikmat yang maha besar ini dengan amal ibadah yang kita kerjakan. Segala amal ibadah yang kita lakukan dipersembahkan kepada Allah dan dengan kurniaNya, Allah memberikan pula kepada kita nikmat makrifat dimana kita kenal Allah dalam erti yang
Lebih luas dan mendalam. Hamba Allah yang soleh mempunyai pendirian, bahawa pemberian si hamba kepada majikan adalah dianggap kecil, apabila dibandingkan dengan pemberian majikan kepada hambaNya.

Kesimpulan.

Selaku hamba Allah, biar amal ibadah kita sedikit, asal saja makrifah Allah bersemayam di dalm hati dan diri kita. Ini adalah lebih bagus, daripada amal ibadah yang banyak tetapi hati lalai kepada Allah, Tidak sejalan antara ibadah yang kita kerjakan dengan hati kita sendiri. Sebab itu maka Allah mencela dan memandang rendah orang-orang yang mengerjakan solat tetapi hatinya tidak kepada Allah,
Sebagai mana firmannya dalam al-Quran surah Al-Maa’un: ayat 4-6, bermaksud;

“Sebab itu celakalah orang-orang yang sembahyang, Dimana mereka lalai dari solatnya.Mereka mengerjakan kebaikan supaya dilihat orang.”

Apabila kita diberikan oleh Allah sebahagian nikmat makrifat kepadaNya, maka hendaklah selalu kita hadapkan hati kita kepada Allah dalam erti yang luas. Sebab Dialah yang maha berkehendak. Maha berkuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan lain-lain sebagainya dari sifat-sifat Allah
Yang Maha Agung dan tak terhingga jumlahnya.

Dengan demikian, Allah akan menambah hamper kita kepadaNya dan mementingkan kita dalam segala hal yang kita hadapi. Oleh kerana itu maka hamba-hamba Allah yang ‘Arif kepadaNya kadang-kdang kita lihat amal lahiriah mereka sedikit, tetapi rupanya yang sedikit itu nilainya
Adalah lebih besar di sisi Allah SWT.

Kalam Hikmah ke 7: Yakinlah pada Janji Allah

Kalam Hikmah Imam Ibnu Athalillah Askandary yang ke7;bermaksud:

"Jangan anda diragukan pada janji Allah oleh (sebab) tidak (belum) terjadi sesuatu yang dijanjikan, meskipun zaman nya telah tertentu. Hal ini supaya jangan ada keraguan itu (menimbulkan) kerosakkan pada matahati dan memdamkan nur cahaya rahsia hati anda."

Bagi hamba-hamba Allah SWT, yang selalu patuh dan taat pada menjalankan ajaran-ajaran agamanya, di dalam hidupnya pasti akan timbul sewaktu-waktu suatu "keputusan hati" atau dengan kata lain "ketetapan hati" pada sesuatu yang tidak bertentangan dengan agama.

Contohnya, ketetapan hati untuk berkahwin dengan seorang perempuan yang menurut kita adalah baik pada pandangan agama, untuk menjaga kita jangan sampai jatuh pada sesuatu yang tidak diridhai oleh agama. Ketetapan hati yang kita buat adalah berdasarkan kepada dalil-dalil seperti petunjuk melalui mimpi yang bukan dikacau atau diganggu syaitan dan Iblis. Seseolah mimpi itu datangnya dari Malaikat.

Cuma yang terang hal keadaan itu kita terima dari hamba Allah yang soleh dan taat, ataupun keputusan hati itu datang dengan perantaraan ilham yang betul-betul dari Allah SWT.

Apabila keputusan hati atau ketetapannya datang seperti di atas, tetapi kenyataannya bahawa yang terjadi tidak seperti demikian, atau betul terjadi tetapi meleset dari waktu yang ditetapkan, maka dalam hal ini, kita mesti yakin dan tidak boleh ragu-ragu pada janji Allah. Janji Allah adalah benar, cuma belum sampai masanya.

Allah belum mahu menyampaikan janjiNya, berkemungkinan salah satu daripada 3 perkara berikut:

1) Mungkin janji itu akan ditukar oleh Allah dengan sesuatu yang lebih baik menurut Allah, jika merujuk contoh yang diberikan, kita tidak diizinkan oleh Allah untuk berkahwin dengan "A", tetapi Allah merealisasikan janjiNya bahawa kita mengkahwinkan dengan "B".

2)Adakalanya janji Allah ditepati olehNya di akhirat, dengan menjanjikan hal keadaan ini sebagai pahala buat kita.

3) Janji Allah itu dilaksanakan juga olehNya, tetapi agak lambat dari waktu yang telah ditetapkan, oleh kerana mungkin saja Allah melaksanakan janjiNya ada pertalian dengan syarat-syarat atau sebab-sebab di mana kita tidak mengetahuinya sama sekali. Seperti contoh di atas, Allah melambatkan perkahwinan dengan "A" , kerana Allah menghendaki agar persiapan-persiapan kita telah begitu lengkap sebelum menghadapi perkahwinan. Allah SWT tidak memperlihatkan syarat-syarat untuk terlaksana janjiNya itu, tidak lain selain hikmah yang dikehendaki olehNya. Dan apabila kita menoleh pada hikmah tersebut, maka tentu saja dalam hati kita tidak timbul keraguan apa-apa tentang Allah melaksanakan janjiNya.

Wajib keatas kita selaku hamba Allah mengetahui dimana ukuran kita, yang dalam hal ini kita tidak boleh mendahului Allah, dan kita juga harus menjaga adab kita kepadaNya. Dengan demikian maka tenanglah hati kita, yakin dan tidak ragu-ragu atas keputusan hati dan ketetapanNya dimana telah kita anggap keadaan ini sebagai janji Allah. Apabila pendirian kita seperti ini, maka bererti aqidah kita terhadap Allah telah begitu mendalam dan pasti tidak akan tergoyang oleh apa pun. Maka barang siapa yang telah diberi hikmah oleh Allah seperti aqidah ini, nescaya orang tersebut telah dapat disebutkan dengan 'Aarif-Billah (yang betul-betul mengenal Allah), Saliimul Bashiirah (yang sejahtera katahtinya).

Tetapi jika pada hamba Allah itu tidak ada dalam keyakinannya seperti yang telah disebutkan tadi, maka tentu saja orang tersebut adalah tidak mengetahui Allah, matahatinya rosak dan hatinya penuh dengan kegelapan yang bermacam-macam.

Demikian lah erti kalam hikmah di atas, dan mudah-mudahan menjadi petunjuk buat kita dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam hidup dan kehidupan ini. InsyaAllah.

Thursday, March 12, 2009

Kalam Hikmah Yang Ke 6 : Jangan Bosan Berdoa Kepada Allah SWT

Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary berkata dalam Kalam Hikmahnya yang ke enam seperti berikut:

"Jangan ada kiranya lambat waktu kurnia (Allah SWT) disamping bersungguh-sungguh dalam
berdoa, menyebabkan putus harapan mu (kepada Allah). Kerana itu Allah SWT telah menjamin kepada mu pada meperkenankan doamu, pada apa yang dipilih oleh Tuhan untukmu, tidak pada apa yang kamu pilih sendiri untukmu."

Keterangannya adalah seperti berikut:

1. Kita selaku hamba Allah hendaklah berdoa dan memohon kepadaNya,sebab ini adalah petanda bahawa kita adalah makhlukNya yang tidak melepaskan diri daripadaNya. Barang siapa yang tidak berdoa kepada Allah, dia tergolong orang-orang yang sombong. Firman Allah di dalam Al-Quran, surah Al-Mukmin ;ayat 60 bermaksud:

" Dan Tuhan kamu berfirman : berdoalah kepada ku, nanti Ku perkenankan (permintaan) kamu itu. Sesungguhnya orang yang menyombongkan dirinya dari menyembahKu, akan masuk neraka jahanam dengan kehinaan."

Kita harus berdoa kepada Allah dan Allah akan meperkenankan doa kita. Kita boleh memohon sesuatu kepadaNya, tetapi Tuhanlah yang berhak menentukan pada apa yang kita pilih. Sebab kita tidak mengetahui apakah sesuatu yang kita pohon itu, adakah baik disisi Allah atau tidak.

Kita boleh berdoa agar permintaan kita itu diperkenankan Allah pada waktu yang kita tentukan, tetapi Allah lah  yang berhak dan berkuasa untuk memperkenankan doa kita itu diwaktu yang dikehendaki oleh Allah, bukan pada waktu yang kita kehendaki. Kenapa ini berlaku? Kerana kita tidak mengetahui adakah doa kita itu baik disisi Allah atau tidak.  Mungkin menurut pendapat kita doa itu baik, tetapi menurut Allah ada yang lebih baik lagi, atau yang doa tadi tidak baik sama sekali kepada kita. Demikian sebaliknya, menurut kita doa itu itu tidak baik, tetapi Allah menganggapnya baik. Firman Allah dalam surah Al-Baqarah, ayat 216:

"....Dan boleh jadi kamu kurang menyukai sesuatu sedangkan ia amat baik untukmu, dan boleh jadi(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Tuhan mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Yang dikatakan doa kita mustajab apabilanTuhan memperkenankan doa kita itu dengan RidhaNya dan pilihanNya, bukan pilihan kita dan pada waktu yang Ia kehendaki, bukan pada waktu yang kita kehendaki.

Keadaan ini serupa dengan amal ibadah yang kita lakukan, kebagusan ibadah kita dilihat diakhir hayat kita samada mati dalam husnul khatimah atau suul khatimah. Dan kita berlindung kepada Allah dari doa yang mengakibatkan keburukan di akhir hayat kita.

Saturday, March 7, 2009

Kalam Hikmah 5: Tanda-tanda tertutup matahati

"Kegiatan anda pada menghasilkan sesuatu yang telah terjamin untuk anda, disamping itu anda meninggalkan sesuatu di mana anda telah dituntut (diperintahkan pada mengerjakannya) adalah menunjukkan atas (telah) butanya (tertutup) matahati anda."

Dalam penghuraian kalam hikmah Imam Ibnu Athaillah Askandary di atas,akan terjumpa perkataan berikut:

Ijtihad : takrifan ijtihad di sini adalah dari pegertian tasawuf, 'bersungguh-sungguh atau giat tanpa kenal letih dan lelah, di mana seluruh kekuatan kita diarahkan untuk memperolehi sesuatu yang tertuju.'

Taqshir : meninggalkan sesuatu yang dimaksudkan disebabkan kelalaian dan kurang perhatian. Atau tidak mengerjakan sesuatu dengan sempurna sesuai seperti apa yang dikehendaki tentangnya,tegasnya mengerjakan sesuatu setengah-setengah tanpa perhatian yang bulat.

Al-Bashiirah : matahati; sesuatu yang disebut dengan mata di dalam hati yang dapat menangkap segala sesuatu yang sifatnya maknawiyyah (yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera yang lima atau sebagainya).

Al-Bashar : mata jasmaniah dapat melihat menggunakan organ mata.

Perbezaan antara Al-Bashiirah dan Al-Bashar ialah: mata dapat melihat apa yang kita lihat,
tetapi matahati melihat sesuatu yang mata kita tidak nampak.

Kalam hikmah ini memberikan pengertian bahawa jangan kita mementingkan diri dalam mencari rezeki yang telah dijamin oleh Allah.

Kita boleh berusaha mencari rezeki yang halal, tetapi jangan sampai lupa diri, sehingga seluruh penghidupan tertumpu kepada urusan duniawi sahaja. Apabila tumpuan kita hanya terhadap duniawi sahaja pasti akan mengakibatkan kurang kesungguhan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap ajaran agama.

Sedangkan Allah SWT dengan kurniaNya dan kebaikkanNya telah menjamin rezeki hamba-hambaNya, seperti dalam firmanNya dalam Al-Quran surah Al-Ankabut, ayat 60; bermaksud

"Dan berapa banyaknya binatang yang tidak membawa rezekinya sendiri, Tuhan yang memberinya makan dan (juga) memberi kamu, dan Dia Maha Mendengar dan Maha Tahu."

Firman Allah dalam Al-Quran, surah Thaha ayat 132 bermaksud;

"Dan suruhlah pengikutmu bersembahyang dan tetap mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, (hanya) Kami yang memberi kamu rezeki dan akibat (yang Baik) adalah untuk ( orang yang) memelihara diri dari kejahatan."

Dua ayat ini memberikan pengertiankepada kita bahawa dalam masalah rezeki,kita tidak boleh susah. Sebab telah ada jaminan Allah SWT,asalkan kita terus berusaha dan berikhtiar dengan ketentuan dari tingkatan-tingkatan masing-masing.

Apabila masalah dalam mendapat rezeki telah sempurna jalannya, maka imbalan daripada itu, Allah SWT menuntut kita untuk melaksanakan amal ibadah berupa kewajiban-kewajiban kita terhadap Allah SWT dan mengerjakan amal-amal kebajikan. Dengan beramal ibadah,  kita akan dapat sampai kepada kebahagiaan di akhirat yang kekal - baqa'. Dan dengan beramal ibadah juga kita akan dapat mendekati Allah, seperti Firman Allah di dalam Al-Quran, surah Adz-Dzaariyat, ayat 56 yang bermaksud :

"Tidak aku ciptakan jin dan manusia selain supaya mereka itu berta'abud (mengabdikan diri) kepadaKu"

Kemudian dalam surah yang sama ayat 57-58, bermaksud:

"Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki mereka supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia adalah Maha Pemberi rezeki, Yang Mempunyai Kekuatan yang teguh (luar biasa)."

Dari ayat di atas jelas menunjukkan Allah tidak ada keperluan dari kita sebagai makhlukNya, sebaliknya kita yang memerlukan pertolongan Allah. Allah menciptakan manusia dengan hikmah agar manusia pandai bersyukur dan berterima kasih kepadaNya dengan jalan beribadah. Mematuhi segala perintah-perintahNya dan meninggalkan laranganNya.
Sebab itu makin banyak kita beribadah, makin kita terasa kemanisannya.

Tanda-tanda orang yang tenggelam dalam berusaha pada apa yang telah dijamin oleh Allah, ialah:

a) Atta'assufu 'Alal Ghaa'ibi.

Yakni timbul penyesalan, apabila sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan dicabut kembali olehNya, samada dengan jalan hilang  dicuri orang, dibinasakan dengan datangnya banjir, gempa bumi, tsunami atau musnah ditelan api dan sebagainya.

b) Faqdut - Taqwaa Fit - Tahshiili.

Yakni tidak ada taqwa dalam hati didalam mencari rezeki. Pendeknya asal dapat wang, halal haram tidak dikira.

c) Alghaflatu 'Anil Huquuqil Muta'akkidati Fis - Sababi.

Yakni lalai dalam masa mencari rezeki hingga mengabaikan kewajiban diri seperti menunaikan solat, berpuasa dan lain-lain lagi.

Sebab itu kita sepatutnya merasa bimbang sekiranya apabila rezeki bertambah, kita semakin sibuk hingga kadang-kadang solat terpaksa ditangguh dan dilenggahkan. Mula-mula kita lewatkan, lama kelamaan dengan kesibukkan menerima rezeki yang makin melimpah, solat mula ditinggalkan. Bukan sesuatu  kenikmatan yang kita dapat sekiranya anugerah rezeki yang banyak dari Allah, tetapi dalam masa yang sama kewajiban diri kita tinggalkan. Berhati-hatilah...
Selalu muhasabah diri....

Tanda-tanda hamba Allah yang tidak tenggelam di dalam apa jua urusan hidup dan kehidupan:

a) Ar-Ridhaa Bil Waaqi'i

Yakni ridha pada apa yang terjadi. Apabila mendapat keuntungan besar, maka ia bersyukur kepada Allah SWT  dan apabila mendapat cubaan dan ujian, maka ia bersabar dan menyerahkan diriNya kepada Allah SWT.

b) At- Taqwaa Fith- Thalabi.

Yakni selalu taqwa kepada Allah dalam mencari rezeki yang halal. Bermaksud amat prihatin segala sumber rezeki yang diperolehi samada halal atau haram.

c) Hifzhul Adaabi Fil-Asbaabi.

Yakni selalu memelihara hubungan sesama manusia, menjaga adap sopan, berhemah dalam berkata-kata, tidak menfitnah, tidak sentimen (beremosi) dan merasa sakit hati dengan sesuatu yang bukan sepatutnya, tidak menganiya orang lain semasa  berusaha mencari rezeki yang halal.

Dengan ini jelaslah siapakah orang-orangnya yang diridhai oleh Allah didalam usaha dan ikhtiar mencari rezeki.

Kesimpulan:

Kalam Hikmah di atas menyarankan kepada kita, supaya tetap memelihara hati, agar selalu mendapat limpahan petunjuk dan tuntutan Allah dalam seluruh persoalan hidup yang kita hadapi. Dengan itu didalam kita berusaha dan berikhtiar mendapatkan rezeki yang halal, jangan sekali-kali kita lupa pada Allah dengan mematuhi dan mentaati segala suruhannya.
(Buat apa yang disuruh, tinggal apa yang dilarang).

Sebaliknya ini adalah dalil mata hati telah buta dan tertutup, sehingga kebenaran dan keadilan dalam arti yang luas, gelap dan tidak kelihatan. Kebahagiaan yang kekal abadi yang selalu menjadi cita-cita para hambaNya yang soleh akan sirna dan lenyap sama sekali. 
Na'udzubillahi min dzalik. 

Wednesday, March 4, 2009

Hak dan Kewajiban Allah dan Manusia

Seorang ahli Tasawwuf yang juga mufassir dan ahli hukum,
bernama Sahl bin Abdullah (Abu Muhammad Sahl bin Abdullah Tastury).
Beliau telah menghafal Al-Quran ketika berusia 7 tahun
dan meninggal dunia pada tahun 283 H.

Beliau telah berkata:

" Hak Allah untuk hamba-hambaNya ada 3 persoalan;

1) Menentukan hukum-hukumnya untuk dilaksanakan oleh hamba-hambaNya.

2) Menentukan tentang ajal (waktu mati) dari hamba-hambaNya dan

3) Menentukan segala sesuatu yang dihadapi oleh hamba-hambaNya
di dunia dan di akhirat."

Dan Hak hamba yang wajib dilaksanakannya untuk Allah ada 3 pula.

1) Mengikuti NabiNya.

2) Tawakkal dan menyerah diri kepadaNya dan

3) Sabar atas ketentuan-ketentuan Allah sehingga kita meninggalkan dunia yang fana ini.

Adapun pengertian " Hak Allah untuk untuk hamba-hambaNya", ialah tidak ada jalan bagi hamba-hambaNya untuk campur tangan pada segala sesuatu di mana hal keadaan ini Tuhan telah menetukan dengan kehendakNya dan kekuasaanNya.

Adapun pengertian " Hak hamba untuk Allah", ialah bahawa hamba-hambaNya diperintah oleh Allah untuk menjalankan hal-hal di atas. Barang siapa yang melaksanakan hak-hak kewajibannya, maka sejahteralah matahatinya, bersinarlah jiwanya, akal dan kalbunya dengan rahmat Allah SWT.

Tuesday, March 3, 2009

Kalam Hikmah ke 4: Pedoman Manusia Dalam Mengatur Hidupnya. :

" Tenangkan jiwamu dari Tadbir, kerana apa yang telah berdiri dengannya(telah mengatur padanya) oleh selainmu tentang hal keadaanmu, maka janganlah engkau campur tangan pada sesuatu itu untuk (kepentingan) dirimu."

Penjelasan Kalam Hikmah di atas sebagai berikut:

1) Terlebih dahulu perkataan 'Tadbir' ini perlu di fahami. Definisinya:

" Bahawa menetukan seseorang pada dirinya hal-hal dimana ia atas hal-hal tersebut berdasarkan atas kehendak syahwatnya semata-mata. Untuk itu maka diaturnya segala sesuatu menurut syahwatnya,berupa teori dan pratikal. Dan dia sendiri memberikan perhatiannya dan mementingkannya(dalam segala gerak-geri dan tindak tanduknya)."

Dari definisi di atas pengertian Tadbir adalah khusus dalam persoalan- persoalan yang bersifat duniawi semata-mata. Kita telah mengetahui dan menyakini bahawa segala-galanya adalah menurut qadha'-qadar Allah SWT.

Tadbir ialah merencanakan sesuatu yang bersifat memutuskan tanpa tawakkal dan menyerah diri kepada Allah SWT. Ini adalah tidak baik.
Tetepi sekiranya Tadbir itu disertai dengan Tawakkal dan tafwidh(penyerahan) kepada Allah, maka tidak apa-apa, bahkan dianjurkan oleh Islam.

Bersabda Nabi Muhammad SAW:
" Tadbir, ialah setengah dari penghidupan."

Menurut setengah ulamak: meninggalkan Tadbir yang begini sifatnya berarti meninggalkan penghidupan seluruhnya. Sebab orang yang tidak bertadbir, maka ia akan digilas oleh Tadbir orang lain.

Mengapa harus menyerah diri kepada Allah disamping Tadbir? Sebab apabila kita telah beriman kepada qadha dan qadar Allah SWT, maka hakikatnya Allah telah mengatur segala-galanya.
Tetapi apabila kita berfikiran sempit, dan melihat hanya sepintas lalu, maka keadaan ini menjatuhkan diri kita dari mengatur hidup ini secara baik sesuai dengan keridhaan Allah.

Apabila kita hanya berpangku tangan tanpa merancang sesuatu dalam hidup, kita akan menjadi malas untuk berusaha dan bekerja. Disebabkan kemalasan ini akan mendatangkan berbagai masalah dalam kehidupan, maka tanpa disangka datanglah pula syaitan dan iblis membawa rasa was-was dan keraguan-keraguan di dalam hati. Ia akan menghembuskan macam-macam persoalan dalam kehidupan kita dan secara tidak langsung fikiran kita akan menerawang dan memikirkan perkara-perkara yang bukan-bukan.

Supaya jangan sampai berfikiran begitu,kita perlu banyak berzikir kepada Allah dalam erti yang luas seperti membaca Al-Quran dengan khusyuk dan tadabbur, taubat dan istigfar di waktu malam, muraqabah kepada Allah SWT. Muraqabah ialah dimana kita melihat Allah yang tidak ada umpama dengan sesuatu, atau Allah melihat kita dalam segala gerak-geri kita.

Apabila kita melakukan ini dengan istiqomah,InsyaAllah segala was-was syaitan dalam hati akan dikeluarkan oleh Allah SWT. Otak dan hati akan terang, tidak kusut dan letih memikirkan segala sesuatu yang kita hadapi dalam hidup dan kehidupan.

Barang siapa yang tidak bertawakkal kepadaNya berarti dia tidak memerlukan bantuan Allah SWT dalam hidup dan kehidupannya.

Peringatan untuk diri:

Dalam ilmu tasawwuf, orang yang tidak bertawakkal kepada Allah menganggap seseolah Allah itu tiada, bila Allah tiada;
  • apa perlunya hukum Allah,
  • apa perlunya melaksanakan segala hukum-hukum Allah.
  • apa perlunya buat apa yang Allah suruh dan tinggal apa yang Allah larang.

Inilah kesannya jika orang itu tidak mahu bertawakkal kepada Allah.